Dewan Perwakilan Rakyat memakzulkan Trump bulan lalu, dan telah mengirim artikel pemakzulan ke Senat AS. Artikel berisi dakwaan mengenai dugaan "penghasutan huru-hara" yang dilakukan Trump terkait kerusuhan Gedung Capitol.
Sebelumnya Trump mengatakan bahwa dirinya tidak akan bersaksi di hadapan senat. Sidang pemakzulan kedua ini hanya akan dihadiri tim pengacaranya.
Lima orang, termasuk seorang polisi, tewas saat massa pendukung Trump menyerang Gedung Capitol. Kala itu mereka berusaha membatalkan proses pengesahan kemenangan Joe Biden dalam pemilihan umum 2020.
Di hari yang sama terjadinya kerusuhan, Trump sempat menyerukan kepada para pendukungnya untuk "berjuang habis-habisan" dengan menekankan kembali tudingan bahwa hasil pemilu telah "dicuri" Biden.
Trump adalah satu-satunya presiden dalam sejarah AS yang dua kali dimakzulkan DPR AS. Pemakzulan pertama terjadi pada 2019, terkait tuduhan bahwa Trump menekan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy untuk menyelidiki Hunter Biden, anak dari Joe Biden.
Dalam prapradilan pada Senin kemarin, tim pengacara Trump mengatakan bahwa dokumen Biro Investigasi Federal (FBI) menunjukkan bahwa serangan ke Gedung Capitol sudah direncanakan beberapa hari sebelumnya. Ini artinya, menurut tim pengacara, Trump tidak mungkin dapat disebut mendorong terjadinya aksi kekerasan.
Para pengacara juga berkukuh sidang pemakzulan kedua ini inkonstitusional karena Trump sudah tidak lagi berstatus sebagai presiden. Menurut mereka, sidang pemakzulan kedua ini hanya sebuah "aksi politik" Partai Demokrat.
"Sidang pemakzulan (kedua) ini sejak awal bukan soal mencari keadilan," tulis tim pengacara Trump, dikutip dari BBC.
Dari kubu Demokrat, Trump dinilai telah menghasut terjadinya huru-hara karena berulang kali menuduh adanya kecurangan dalam pemilu. Kemungkinan terjadinya huru-hara juga semakin meningkat karena Trump tak juga mau mengakui kekalahan dari Biden.
Menurut tim pengacara, Trump tidak berusaha menghasut siapapun dan hanya menyuarakan kebebasan berbicara sesuai Amandemen Pertama dalam konstitusi AS.
Baca: Ego Donald Trump Tak Membuka Ruang untuk Kekalahan
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News