Pernyataan ini disampaikan Trump pada Senin, 20 Januari 2025, di Oval Office, Washington D.C., beberapa jam setelah pelantikannya.
"Dia seharusnya membuat perjanjian. Saya pikir dia sedang menghancurkan Rusia dengan tidak membuat perjanjian," kata Trump kepada para wartawan, seperti dilaporkan media AS. "Saya pikir Rusia akan menghadapi masalah besar."
Pernyataan ini menandai sikap kritis yang tidak biasa dari Trump terhadap Putin, mengingat selama ini ia kerap memuji pemimpin Rusia tersebut.
Trump juga mengungkapkan rencananya untuk bertemu dengan Putin, meski ia tidak memberikan rincian mengenai waktu dan tempat pertemuan itu, menurut AFP.
"Saya memiliki hubungan yang baik dengannya, dan saya berharap dia ingin membuat perjanjian," kata Trump.
"Dia tidak mungkin senang dengan situasi ini. Maksud saya, dia terus melanjutkannya, tetapi kebanyakan orang berpikir perang itu akan selesai dalam waktu sekitar satu minggu, dan sekarang kita sudah masuk tahun ketiga, kan?"
Trump juga menyoroti dampak perang terhadap ekonomi Rusia, termasuk inflasi yang melonjak. Ia mengatakan bahwa Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky telah menyatakan keinginannya untuk mencapai kesepakatan damai.
"Zelensky ingin membuat perjanjian," kata Trump, yang sebelumnya sering mengkritik pemimpin Ukraina tersebut.
Selama kampanye kepresidenannya, Trump berjanji untuk segera mengakhiri perang di Ukraina, dengan para pembantunya menyarankan penggunaan bantuan AS sebagai alat untuk memaksa Kyiv membuat konsesi.
Namun, banyak pengamat internasional mempertanyakan bagaimana pendekatan ini dapat menghasilkan resolusi yang adil bagi kedua belah pihak.
Perjanjian Damai yang Ditolak Putin
Pada 29 Desember 2024, tim Presiden terpilih Donald Trump dilaporkan menyampaikan proposal perdamaian yang bertujuan untuk "membekukan pertempuran di sepanjang garis kontak" dan "memindahkan tanggung jawab konfrontasi dengan Rusia kepada Eropa," menurut laporan RBC-Ukraine.Proposal ini juga mencakup pembentukan zona demiliterisasi di Ukraina timur dan pengiriman kontingen penjaga perdamaian ke wilayah konflik.
Namun, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menolak usulan tersebut, menyebut bahwa "kesepakatan harus bersifat tak tergoyahkan." Lavrov juga menegaskan bahwa Rusia hanya bersedia berdiskusi jika Ukraina memenuhi tuntutan tertentu.
“Tentu saja, kami tidak puas dengan proposal yang diajukan oleh tim perwakilan presiden terpilih untuk menunda keanggotaan Ukraina di NATO selama hanya 20 tahun dan mengirim kontingen penjaga perdamaian ke Ukraina,” ujar Lavrov said.
Lavrov menyatakan bahwa belum ada sinyal resmi dari pemerintahan Trump terkait rencana ini. "Hingga Trump resmi dilantik pada 20 Januari 2025, kebijakan luar negeri Amerika Serikat masih ditentukan oleh Presiden Joe Biden," ujar Lavrov.
Dia juga menyebut bahwa Rusia bersikap terbuka terhadap negosiasi, tetapi hanya jika kesepakatan tersebut mengakomodasi kepentingan strategis mereka.
Rusia juga mengkritik proposal Trump yang dianggap terlalu menguntungkan Eropa dan tidak realistis untuk diterapkan di medan perang.
"Trump harus memperhitungkan realitas baru di lapangan," tambah Lavrov, merujuk pada perubahan geopolitik yang terjadi sejak awal invasi pada Februari 2022.
Baca Juga:
Trump Perintahkan AS Keluar dari WHO, Ini Alasannya
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News