Rijksmuseum di Amsterdam, Belanda terima ancaman terkait pameran kemerdekaan Indonesia, Revolusi!. Foto: NL Times
Rijksmuseum di Amsterdam, Belanda terima ancaman terkait pameran kemerdekaan Indonesia, Revolusi!. Foto: NL Times

Rijksmuseum di Belanda Terima Ancaman Terkait Pameran Kemerdekaan Indonesia

Fajar Nugraha • 18 Februari 2022 17:35
Amsterdam: Rijksmuseum di Amsterdam, Belanda menerima ancaman online dan melalui surat fisik di sekitar pameran Revolusi!. Pameran itu mengetengahkan tentang perjuangan kemerdekaan dan dekolonisasi Indonesia.
 
“Museum mengirimkan presentasi kepada staf keamanannya, memperingatkan tentang kemungkinan vandalisme dan kekerasan fisik di sekitar pameran,” BNR melaporkan setelah melihat dokumen tersebut, seperti dikutip NL Times, Jumat 18 Februari 2021.
 
Pameran tersebut menjadi sumber kontroversi bahkan sebelum dibuka pada 11 Februari. Pada Januari, Federasi Hindia Belanda (FIN) mengajukan tuduhan penghinaan kelompok terhadap sejarawan Indonesia dan kurator tamu Bonny Triyana, menuduhnya memutarbalikkan sejarah dan mengabaikan bagian Indonesia dalam pertumpahan darah yaitu Perang Kemerdekaan Indonesia.

Baca: Pasukan Belanda Lakukan Kekerasan Ekstrem Terhadap Indonesia.
 
Tak lama kemudian, komite utang kehormatan KUKB Belanda keberatan dengan penggunaan istilah ‘Bersiap’ dalam pameran tersebut, menyebutnya rasis. Kedua kasus dibatalkan.
 
Sekarang museum menerima ancaman. Rijksmuseum mengatakan kepada BNR bahwa mereka "memang menerima beberapa email buruk sebagai akibat dari diskusi Bersiap".
 
"Ada kontak yang baik dan teratur dengan polisi," kata seorang juru bicara museum.
 
Diskusi ‘Bersiap’ merupakan pemaparan mengenai kekerasan ekstrem yang dilakukan Belanda di Indonesia pada masa perang kemerdekaan 1945-1950. Penelitian panjang ini dilakukan oleh Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies (KITLV), the Netherlands Institute for Military History (NIMH) dan the NIOD Institute for War, Holocaust and Genocide Studies.
 
Polisi Amsterdam mengatakan kepada penyiar bahwa Rijksmuseum melaporkan ancaman tetapi tidak mengajukan tuntutan. Baik polisi maupun museum tidak akan berkomentar lebih lanjut tentang sifat atau asal usul ancaman atau tindakan keamanan yang diambil sebagai tanggapan.
 
"Kami memiliki kontak yang sangat baik dengan Rijksmuseum," kata seorang juru bicara polisi.
 
Jeffry Pondaag dari KUKB meyakini bahwa pelaku di balik ancaman tersebut dapat ditemukan di FIN. “Saya paham peneliti NIOD juga menjadi sasaran,” kata Pondaag.
 
Pada Kamis, NIOD dan peneliti lain menerbitkan laporan yang mengatakan Belanda sengaja menoleransi kekerasan sistemik dan berlebihan yang digunakan oleh tentara Belanda dalam Perang Kemerdekaan Indonesia. Laporan tersebut memicu permintaan maaf resmi dari Perdana Menteri Mark Rutte.
 
FIN membantah ada hubungannya dengan ancaman tersebut. "Kami tidak akan pernah melakukan hal seperti itu," kata Ketua FIN, Hans Moll kepada penyiar.
 
"Kami juga hanya ingin pameran ini berlangsung,” sebutnya.

Maaf dari PM Belanda

Perdana Menteri Belanda Mark Rutte pada Kamis 17 Februari 2022 meminta maaf tidak hanya atas kekejaman yang dilakukan pada saat itu, tetapi juga atas kegagalan Pemerintah Belanda di masa lalu untuk mengakuinya.
 
"Atas kekerasan ekstrem yang sistematis dan meluas dari pihak Belanda pada tahun-tahun itu dan sikap konsisten yang dilakukan pemerintah sebelumnya, saya meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada rakyat Indonesia," kata Rutte.
 
Baca: PM Belanda Minta Maaf kepada Indonesia Atas Kekejaman di Masa Perang.
 
Perdana Menteri Belanda mengatakan perlu untuk menghadapi temuan: "Itu sulit, tetapi tidak dapat dihindari."
 
“Pemerintah bertanggung jawab penuh atas kegagalan kolektif,” tegas Rutte.
 
Permintaan maaf tentang perang tersebut bukanlah yang pertama dari Belanda ke Indonesia tetapi merupakan pengakuan pertama bahwa kampanye kekerasan yang disengaja secara efektif telah terjadi.
 
Dalam kunjungannya ke Indonesia pada Maret 2020, Raja Willem-Alexander membuat permintaan maaf yang mengejutkan atas "kekerasan berlebihan" yang dilakukan pasukan Belanda.
 
Sementara pada 2016, Menteri Luar Negeri Belanda Bert Koenders meminta maaf atas pembantaian oleh pasukan Belanda terhadap 400 penduduk desa Indonesia pada 1947.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan