Vaksin Sputnik V dari Rusia yang dikembangkan Institut Gamaleya. Foto: AFP
Vaksin Sputnik V dari Rusia yang dikembangkan Institut Gamaleya. Foto: AFP

Warga Rusia Bisa Tolak Divaksin, Tapi Dapat Kehilangan Pekerjaan

Willy Haryono • 29 Juni 2021 18:05

 
Wali Kota Moskow Sergey Sobyanin pada Senin memperingatkan bahwa beban juga bertambah di rumah sakit di ibu kota. "Selama seminggu terakhir, kami telah memecahkan rekor baru untuk jumlah rawat inap, orang dalam perawatan intensif, dan jumlah kematian akibat virus korona," ujar Sobyanin, menurut kantor media pemerintah RIA Novosti.
 
Meskipun menjadi negara pertama di dunia yang menyetujui vaksin virus korona, Sputnik V, untuk digunakan pada Agustus 2020, Rusia sejak itu tertinggal di belakang sebagian besar dunia dalam hal tingkat vaksinasi.

Pada Senin, 23 juta orang di Rusia yang berpenduduk sekitar 146 juta -elah divaksinasi dengan setidaknya satu dosis. Pemerintah mengatakan, sekitar 16,7 juta orang telah mendapatkan kedua suntikan tersebut, itu sekitar 11 persen dari populasi.
 
Ini jauh berbeda dengan AS yang sekitar 46 persen warganya telah divaksinasi lengkap. Di Inggris, sekitar 48 persen.
 
Pada Senin, Rusia telah melaporkan 5.472.941 kasus covid-19 dan 133.893 kematian. Meskipun jumlah sebenarnya diyakini jauh lebih tinggi sebagian karena cara Rusia mengklasifikasikan kematian akibat virus korona.

62 persen tolak Sputnik

Sebuah survei yang diterbitkan bulan lalu oleh lembaga jajak pendapat independen Levada-Center menunjukkan 62 persen orang Rusia tidak mau divaksinasi dengan Sputnik V.
 
Alexandra Arkhipova, seorang antropolog sosial dan peneliti di universitas RANEPA di Moskow, mengatakan kepada CNN bahwa ada "krisis kepercayaan masyarakat terhadap institusi politik dan medis."
 
Arkhipova telah mempelajari tren keterlibatan media sosial dan pencarian internet warga Rusia dan mengatakan bahwa banyak yang percaya tidak ada "informasi yang jelas dan transparan" tentang proses vaksinasi. Sehingga mereka terdorong untuk mencari cara untuk menyiasati sistem tersebut.
 
Media Rusia telah dipenuhi dengan laporan tentang beberapa orang yang membeli sertifikat vaksinasi palsu secara ilegal untuk menghindari tindakan tersebut.
 
Penjual yang menawarkan sertifikat palsu yang dapat digunakan orang Rusia sebagai ‘bukti’ untuk mendapatkan vaksin itu lazim di situs media sosial Rusia dan aplikasi messenger terenkripsi Telegram. Harga bervariasi tergantung pada apakah pembeli hanya menginginkan sertifikat fisik atau jika mereka ingin data mereka diunggah ke database dan catatan negara.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WIL)
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan