Menanggapi siaran pers tersebut, Pemerintah Republik Indonesia melalui Perwakilan Tetap Republik Indonesia di Jenewa, ingin menyampaikan hal-hal sebagai berikut yang tertuang dalam keterangan pers di situs mission-indonesia, Jumat, 26 November 2021:
- Pemerintah Indonesia dengan tegas menolak upaya Pelapor Khusus untuk menyalahartikan dua kasus yang diangkat dalam siaran pers tersebut sebagai upaya menggunakan hukum dan peraturan berlaku untuk membungkam kebebasan berekspresi dan menargetkan masyarakat sipil di Indonesia.
- Kasus-kasus yang diangkat dalam siaran pers tersebut adalah murni masalah sengketa hukum antara warga negara Indonesia yang menggunakan hak-hak hukum mereka yang sah.
- Indonesia adalah negara hukum. Pemerintah Indonesia menghormati dan melindungi asas persamaan di hadapan hukum bagi seluruh warga negara Indonesia.
- Pelapor Khusus harus membedakan antara tindakan hukum yang sah dan "pelecehan yudisial." Sayangnya, Pelapor Khusus tidak meluangkan waktu untuk mempelajari dan memahami sistem hukum Indonesia, dan proses hukum yang sedang berlangsung terkait dua kasus dalam siaran pers tersebut. Pemahaman yang lebih jelas mengenai sistem dan proses hukum di Indonesia akan memastikan bahwa pekerjaan Pelapor Khusus dapat dipercaya, akuntabel dan profesional.
- Pemerintah Indonesia mendesak Pelapor Khusus untuk menahan diri dalam melanjutkan praktik diplomasi megafon, yang diarahkan untuk memajukan kepentingan pribadi tanpa mempertimbangkan mandatnya secara komprehensif.
- Indonesia berkomitmen untuk memajukan demokrasi dan pemajuan serta perlindungan HAM – termasuk hak-hak pembela HAM, serta menjaga masyarakat sipil yang kuat di tingkat nasional, regional, dan global.
"Pelecehan yudisial" yang dimaksud terkait dengan pernyataan Fatia Maulidiyanti dan Hariz Azhar mengenai dugaan keterlibatan petinggi militer Indonesia dalam bisnis tambang emas di Blok Wabu di Intan Jaya, Papua.
Baca: Pesan Luhut untuk Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News