Chile, negara kaya sumber daya tembaga, terpecah secara tajam terkait referendum konstitusi baru. Sejumlah survei mengindikasikan bahwa konstitusi baru akan ditolak, meski ada juga dukungan populer untuk mengubahnya dua tahun lalu.
Referendum konstitusi ini merupakan persimpangan jalan bagi Chile, negara yang sejak lama dipandang sebagai benteng konservatisme dan kebijakan ekonomi berbasis mekanisme pasar.
Kebijakan ekonomi semacam itu cenderung menekan pertumbuhan dan stabilitas di Chile, yang juga memperdalam jurang kesenjangan antar kelompok kaya dan miskin di sana.
"Ini juga merupakan kesempatan untuk menyelesaikan utang historis di Chile, karena terlepas dari pertumbuhan ekonomi dan menurunnya kemiskinan, kami masih memiliki utang untuk menyelesaikan masalah kesenjangan dan kesejahteraan sosial," ucap Vlado Mirosevic, juru bicara kubu kampanye pendukung referendum, dikutip dari laman France 24.
Ia mengatakan konstitusi baru merupakan kunci untuk menyelesaikan masalah kesenjangan dan menempatkan hak-hak progresif di jantung ranah sosial Chile.
Hampir 80 persen warga Chile memilih untuk membuat kerangka konstitusi baru pada Oktober 2020. Majelis tinggi beranggotakan 155 pejabat, yang sebagian besarnya berhaluan independen dan progresif, kemudian memulai menyusunnya pada Mei di tahun yang sama dan selesai tahun ini.
Namun antusiasme konstitusi baru menyusut karena perekonomian Chile terimbas pandemi Covid-19, laju inflasi, dan jatuhnya nilai mata uang Chile. Hal-hal itu menjadi pukulan bagi dorongan konstitusi baru dan pendukungnya, termasuk presiden berhaluan progresif, Gabriel Boric.
Sejumlah survei mengindikasikan bahwa kubu penentang konstitusi baru berada di kisaran 46 persen, sekitar 10 persen lebih tinggi dari kubu pendukung. Sekitar 17 persen lainnya belum dapat menentukan pilihan.
Baca: Berusia 36 Tahun, Boric Dilantik sebagai Presiden Termuda Chile
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News