Dilansir dari CNBC, Selasa, 16 Mei 2023, seorang kandidat harus mengantongi lebih dari 50 persen suara untuk mengamankan kemenangan. Namun, baik Presiden Recep Tayyip Erdogan maupun saingan oposisinya, Kemal Kilicdaroglu, tidak ada yang melewati ambang batas itu sehingga pemungutan suara pun akan dilanjutkan ke putaran kedua.
Berdasarkan perhitungan suara Dewan Pemilihan Tertinggi Turki (YSK), Erdogan unggul dengan meraih 49,46 persen suara. Sementara itu, saingan oposisinya Kilicdaroglu memiliki 44,79 persen suara. Keduanya pun akan berhadapan di pemilihan presiden putaran kedua.
Erdogan, 69, bersama Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) mengatakan bahwa pihaknya optimistis akan meraih kemenangan pada pemilihan putaran kedua nanti.
"Kami sangat percaya bahwa kami akan terus melayani bangsa kami selama lima tahun ke depan," katanya kepada kerumunan pendukung Minggu malam.
Sementara itu, Kilicdaroglu (74) yang mewakili koalisi enam partai oposisi yang berbeda bertekad untuk menggeserkan Erdogan. Ia juga berjanji untuk memenangkan pemilu pada putaran kedua pemungutan suara.
"Terlepas dari semua fitnah dan penghinaannya, Erdogan tidak bisa mendapatkan hasil yang dia harapkan. Pemilihan tidak bisa dimenangkan di balkon. Data masih masuk," ucap Kilicdaroglu Minggu malam.
Baca juga: Dukungan Ogan Krusial untuk Erdogan dan Kilicdaroglu di Putaran Kedua
Krisis ekonomi dan ketegangan geopolitik
Erdogan diketahui pernah menjabat sebagai perdana menteri Turki dari tahun 2003 hingga 2014. Ia juga merupakan presiden Turki dari tahun 2014 hingga saat ini.Dia menjadi terkenal sejak menjabat sebagai wali kota Istanbul pada tahun 1990-an. Pemimpin berusia 69 tahun tersebut dipuji pada dekade pertama milenium baru karena berhasil membawa Turki menjadi terkenal sebagai pembangkit tenaga ekonomi pasar berkembang.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir ini, kebijakan ekonomi yang diterapkan Erdogan justru memicu krisis biaya hidup warga Turki. Hal ini ditandai dengan sebagian besar warga yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar.
Di sisi lain, ketegangan antara Turki dan Barat juga tengah meningkat. Terlebih, suara internasional dan dalam negeri sama-sama mengkritik pemerintahan Erdogan karena menerapkan kebijakan yang semakin otoriter, seperti tindakan keras terhadap pengunjuk rasa, penutupan paksa perusahaan media independen, dan ekspansi dramatis kekuasaan presiden.
"Ini adalah momen kecemasan yang tinggi," ujar seorang analis politik kepada CNBC.
Saat ini, tidak sedikit orang yang khawatir terkait potensi kekerasan atau ketidakstabilan yang akan muncul jika hasil pemilihan umum nanti diperdebatkan oleh kandidat yang kalah atau pendukung mereka. (Arfinna Erliencani)
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun Google News Medcom.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News