Dilansir dari Al Jazeera, Kamis, 11 November 2021, rekaman yang beredar di media sosial menunjukkan, Hotovely meninggalkan gedung London School of Economics & Political Science (LSE) pada Selasa malam, dengan perlindungan ketat polisi saat sekelompok pengunjuk rasa pro-Palestina berkumpul di luar.
Hotovely diundang oleh serikat mahasiswa LSE untuk mengambil bagian dalam debat terkait perdamaian Timur Tengah berjudul “Perspektif tentang Israel dan Palestina”.
Baca: Disoraki saat Pidato di Kampus Inggris, Dubes Israel Pergi Mengamankan Diri.
Para pengunjuk rasa mengatakan, Hotovely memiliki rekam jejak rasisme anti-Palestina. Mereka meneriakkan berbagai slogan pro-Palestina dan mencacinya: “Apakah kamu tidak malu!”. Mereka juga meneriakkan: “Israel adalah negara teroris”.
Pihak penyelenggara mahasiswa LSE untuk Palestina mengatakan dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada Rabu, protes tersebut adalah “demonstrasi solidaritas yang luar biasa dengan Palestina”.
“Berlawanan dengan laporan palsu, Hotovely tidak ‘melarikan diri’ dari universitas; mahasiswa mempertahankan protes damai sepanjang malam,” kata pernyataan tersebut, yang menggambarkan Hotovely sebagai “penyangkal Nakba dan rasis anti-Palestina”.
Polisi Metropolitan London mengatakan, mereka menghadiri protes dan tidak melakukan penangkapan. Menteri Luar Negeri Inggris, Liz Truss pun mengecam insiden tersebut, dengan menulis: “Perlakuan terhadap Hotovely tadi malam dan upaya untuk membungkamnya tidak dapat diterima.”
“Kami di Inggris percaya pada kebebasan berbicara,” tambah Truss.
Menteri Dalam Negeri Inggris, Priti Patel juga mengutuk insiden tersebut, “Jijik dengan perlakuan Dubes Israel di LSE tadi malam. Saya akan terus melakukan segala kemungkinan untuk menjaga komunitas Yahudi aman dari intimidasi dan pelecehan. Polisi mendapat dukungan penuh saya dalam menyelidiki insiden mengerikan ini,” cuitnya di Twitter.
Disamping itu, Hotovely mengatakan, “Dirinya tidak akan terintimidasi”, “Saya akan terus berbagi cerita Israel dan mengadakan dialog terbuka dengan semua bagian masyarakat Inggris,” tulisnya di unggahan Twitter.
Serikat debat mahasiswa LSE diketahui telah menghadapi reaksi kampus akibat mengundang utusan Israel tersebut. Kelompok mahasiswa LSE menuduh Hotovely, seorang garis keras yang memiliki hubungan dengan partai sayap kanan Likud Israel.
Mereka pun menuduhnya sebagai mantan menteri yang bertanggung jawab atas perluasan pemukiman Yahudi di Tepi Barat, dimana diduduki secara ilegal. Selain itu, ia dinilai mendukung ujaran kebencian dan berkontribusi “pada penindasan material terhadap warga Palestina”.
Kelompok tersebut mengatakan, undangan Hotovely adalah “kontradiksi langsung” dari gerakan serikat mahasiswa LSE yang disahkan pada Juni lalu, dengan komitmen “untuk memastikan, universitas bebas dari diskriminasi serta memainkan peran aktif dalam membongkar sistem penindasan di dalam dan luar negeri”.
“Komitmen lain, mendirikan zona bebas apartheid yang tidak menormalkan hubungan dengan rezim rasisme, penindasan, dan diskriminasi apa pun. Tidak ada ruang untuk permintaan maaf kolonial di kampus LSE kami,” tegas para mahasiswa itu.
LSE menjelaskan, debat berlangsung 90 menit dan Hotovely telah berbicara, menjawab pertanyaan audiens, dan pergi sesuai jadwal. Namun, hal tersebut akan “meninjau proses di sekitar acara ini untuk menginformasikan perencanaan masa depan”.
“Kebebasan berbicara dan kebebasan berekspresi mendasari semua yang kami lakukan di LSE. Siswa, staf, dan pengunjung sangat didorong untuk mendiskusikan dan memperdebatkan masalah paling mendesak di seluruh dunia, tetapi ini harus dengan cara yang saling menghormati,” pungkas seorang juru bicara LSE. (Nadia Ayu Soraya)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News