"Kami telah menilai bahwa militer Burma (Myanmar) pada 1 Februari menggulingkan pemerintahan terpilih. Ini merupakan kudeta militer," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, Ned Price, dilansir dari Channel News Asia, Rabu, 3 Februari 2021.
"AS akan terus bekerja sama dengan erat bersama mitra kami di kawasan dan dunia untuk mendukung demokrasi dan penegakan hukum di Burma," imbuhnya.
Berdasarkan hukum di Negeri Paman Sam, dengan adanya pengakuan tersebut, maka pemerintah AS dilarang memberi bantuan langsung ke pemerintah Myanmar. Bantuan akan diberikan ke lembaga non-pemerintah.
Baca juga: Jajaran Menlu G7 Kecam Kudeta Militer di Myanmar
Sejak 2012, Washington memberikan dana sebesar USD1,5 miliar (setara Rp21 triliun) kepada pemerintah Myanmar. Dana bantuan tersebut ditujukan untuk membantu demokrasi, perdamaian, kemanusiaan, dan penanggulangan kekerasan di Myanmar.
Meski demikian, Kemenlu AS memastikan akan tetap memberikan dana kemanusiaan untuk membantu etnis Rohingya. Namun, pencairan bantuan akan diberikan melalui peninjauan mendalam.
Pada Senin kemarin, militer Myanmar menyerang dan menahan pemimpin de facto Aung San Suu Kyi serta beberapa pejabat tinggi sipil lainnya. Kini, Myanmar dipegang oleh militer.
Kekuasaan tertinggi di Myanmar berada di tangan pemimpin militer, Jenderal Min Aung Hlaing. Ia juga mengumumkan Myanmar darurat militer selama setahun.
Presiden AS, Joe Biden mendesak agar militer membebaskan Aung San Suu Kyi dan pejabat lainnya. Jika tidak, AS mengancam akan memberikan sanksi ke negara itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News