Konvoi kendaraan militer melintas di jalanan kota Mandalay, Myanmar pada Rabu, 3 Februari 2021. (STR/AFP)
Konvoi kendaraan militer melintas di jalanan kota Mandalay, Myanmar pada Rabu, 3 Februari 2021. (STR/AFP)

Jajaran Menlu G7 Kecam Kudeta Militer di Myanmar

Medcom • 03 Februari 2021 15:42
Jakarta: Menteri Luar Negeri negara anggota G7, yakni Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris dan Amerika Serikat serta Perwakilan Tinggi Uni Eropa, mengeluarkan pernyataan bersama dalam mengutuk kudeta militer di Myanmar. Kudeta terjadi pada Senin kemarin, yang dimulai dengan ditahannya sejumlah pejabat tinggi Myanmar, termasuk pemimpin de facto Aung San Suu Kyi.
 
"Kami, para Menteri Luar Negeri G7 dari Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris dan Amerika Serikat serta Perwakilan Tinggi Uni Eropa, bersatu mengutuk kudeta di Myanmar," ucap pernyataan gabungan dalam keterangan tertulis Kedutaan Besar Inggris di Jakarta pada Rabu, 3 Februari 2021.
 
"Kami sangat prihatin dengan penahanan para pemimpin politik dan aktivis masyarakat sipil, termasuk Penasihat Negara Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint, serta penargetan terhadap media," lanjutnya.

Baca:  Tiongkok Blokir Kecaman DK PBB Terkait Kudeta Myanmar
 
Usai melakukan kudeta, militer Myanmar mendeklarasikan status darurat untuk satu tahun ke depan. Kudeta dilakukan atas dasar tuduhan adanya kecurangan dalam pemilihan umum Myanmar pada November tahun lalu.
 
Dalam pemilu tersebut, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) milik Suu Kyi menang telak mengalahkan partai yang didukung militer. "Kami menyerukan militer Myanmar untuk segera mengakhiri status darurat, mengembalikan kekuasaan kepada pemerintahan yang sah dan dipilih secara demokratis, untuk membebaskan semua yang telah ditahan secara tidak adil dan untuk menghormati hak asasi manusia dan supremasi hukum," ucap jajaran Menlu G7.
 
"Hasil pemilu November harus dihormati, dan Parlemen harus kembali melaksanakan sidang secepatnya," lanjut mereka.
 
Jajaran Menlu G7 menyayangkan langkah militer yang begitu membatasi arus informasi di Myanmar. Sebelum dan sesudah kudeta, jaringan telepon dan internet di sejumlah kota di Myanmar terputus.
 
Di akhir kata, G7 mengingatkan kembali komunike 2019 yang mengungkapkan dukungan terhadap transisi demokrasi di Myanmar. "Kami mendukung masyarakat Myanmar yang menginginkan sebuah masa depan yang demokratis," pungkas mereka.
 
Tahun ini Inggris memegang Presidensi G7, satu-satunya forum bagi negara-negara ekonomi dengan masyarakat terbuka paling maju di dunia. G7 berdiskusi untuk mengambil tindakan terkoordinasi dalam mempertahankan dan menegakkan nilai-nilai bersama, termasuk demokrasi dan hak asasi manusia.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WIL)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan