Militer Myanmar kemudian mendeklarasikan status darurat untuk satu tahun ke depan dan juga membentuk sebuah dewan agung yang posisinya berada di atas kabinet. Kudeta dilakukan atas dasar tuduhan militer mengenai adanya kecurangan masif dalam pemilihan umum 2020.
Baca: Panglima Militer Myanmar Tegaskan Kudeta Tak Terhindarkan
DK PBB berkumpul pada Selasa kemarin, namun gagal meloloskan sebuah pernyataan gabungan karena tidak didukung Tiongkok. Kecaman gabungan memerlukan dukungan Tiongkok yang mempunyai kekuatan veto sebagai salah satu anggota tetap DK PBB.
Sebelum pertemuan, Utusan Khusus PBB untuk Myanmar Christine Schraner mengecam keras kudeta yang terjadi beberapa bulan usai pihak militer menolak hasil pemilu.
"Sudah jelas bahwa hasil dari pemilu (2020) adalah kemenangan telak bagi partai Suu Kyi," tegas Schraner, dilansir dari laman BBC pada Rabu, 3 Februari 2021.
Hingga saat ini, keberadaan Suu Kyi belum diketahui sejak ditahan militer pada Senin dini hari. Namun Suu Kyi sempat menyampaikan pesan tertulis yang berisi dorongan kepada masyarakat untuk menentang kudeta militer.
Di Yangon, kota terbesar di Myanmar, tanda-tanda penentangan kudeta sudah mulai terlihat. Sebagian warga terpantau membunyikan klakson mobil hingga memukul peralatan dapur seperti panci dan wajan sebagai bentuk protes terhadap militer.
Pengguna media sosial Myanmar melakukan live-streaming atau mengunggah video yang memperlihatkan aksi memukul peralatan masak. Beberapa dari mereka meneriakkan slogan antikudeta dengan tagar #voiceoutfordemocracy bermunculan di medsos Myanmar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News