"Saya mengundurkan diri sebagai perdana menteri hari ini demi menggelar pemilu," ucap Pashinyan via laman Facebook.
"Meski begitu, saya akan tetap menjalankan tugas-tugas perdana menteri dalam kapasitas interim," lanjutnya, dilansir dari laman TRT World.
Beberapa hari usai mengumumkan jadwal pemilu parlemen bulan lalu, Pashinyan mengaku akan mengundurkan diri pada April. Selain untuk membuka jalan menuju pemilu, pengunduran diri juga dirasa perlu demi menurunkan tensi politik atas ketegangan Nagorno-Karabakh tahun 2020.
Baca: Puluhan Ribu Pengungsi Pulang ke Nagorno-Karabakh
Sejak November tahun lalu, Pashinyan terus didesak mundur karena telah menandatangani perjanjian gencatan senjata dengan Azerbaijan. Perjanjian yang dimediasi Rusia itu mengakhiri perang selama enam pekan di wilayah sengketa Nagorno-Karabakh.
Militer Armenia meminta Pashinyan mengundurkan diri pada 25 Februari lalu. Desakan itu direspons Pashinyan dengan pemecatan kepala staf militer Armenia.
Namun presiden Armenia menolak menyetujui langkah pemecatan tersebut, dan tim pengacara menegaskan bahwa sang jenderal masih tetap menduduki jabatan kepala militer.
Ketegangan politik ini merupakan tantangan utama bagi Pashinyan, yang menjadi PM di tengah aksi unjuk rasa 2018. Popularitasnya merosot tajam atas kebijakannya seputar perang melawan Azerbaijan.
Di bawah perjanjian gencatan senjata, Armenia mengosongkan sejumlah wilayah di Nagorno-Karabakh untuk Azerbaijan. Armenia juga mengizinkan pasukan penjaga perdamaian dari Rusia untuk mengawasi wilayah sengketa itu selama tiga dekade.
Nagorno-Karabakh diakui komunitas internasional sebagai bagian dari Azerbaijan, namun sebagian besar wilayahnya dihuni dan diduduki etnis Armenia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News