Mengutip dari rnz.co.nz, Minggu, 3 November 2024, militer Bolivia mengatakan bahwa "kelompok bersenjata ilegal" telah menculik ratusan personel militer dan menyita persenjataan serta amunisi dari pangkalan di dekat kota Cochabamba.
Kementerian Luar Negeri Bolivia mengatakan lebih dari 200 personel militer telah disandera selama insiden tersebut.
Presiden Bolivia Luis Arce mengatakan bahwa kelompok bersenjata itu "berafiliasi" dengan mantan presiden Evo Morales, tetapi tidak memberikan bukti untuk klaim tersebut. Kantor berita CNN telah menghubungi tim Morales untuk memberikan komentar.
Angkatan bersenjata Bolivia mendesak kelompok itu untuk segera meninggalkan barak "dengan damai," menekankan bahwa tindakan ini akan "dianggap sebagai pengkhianatan terhadap negara."
Insiden tersebut merupakan eskalasi terbaru dalam periode kerusuhan di Bolivia, di saat Morales dan Arce bentrok menjelang pemilihan umum 2025.
Dalam beberapa pekan terakhir, para pendukung Morales telah membuat blokade di jalan raya utama di seluruh negeri, termasuk di Cochabamba, sebagai reaksi atas tuduhan perdagangan manusia yang diajukan pemerintah terhadap Morales. Blokade tersebut, yang menurut polisi Bolivia melibatkan "kelompok bersenjata yang kejam," telah menyebabkan kekurangan makanan dan bahan bakar di beberapa kota.
Morales dan pemerintah juga saling tuduh atas pertukaran yang terjadi di Cochabamba akhir pekan lalu.
Menteri Pemerintah Bolivia Eduardo Del Castillo menuduh bahwa orang-orang di dalam mobil yang membawa Morales menembaki polisi saat mencoba menghindari pos pemeriksaan yang didirikan untuk mencegah perdagangan narkoba.
Morales membantah tuduhan tersebut, dan menuding pemerintah mencoba mengatur pembunuhannya dengan menembaki kendaraan miliknya.
Baca juga: Evo Morales Diberikan Status Pengungsi di Argentina
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News