Wenisch, warga Jerman yang telah bergabung dengan kelompok Islamic State (ISIS), dinyatakan bersalah karena telah membiarkan seorang anak perempuan berusia lima tahun dari etnis Yazidi meninggal dunia akibat kehausan di bawah terik sinar matahari di Irak.
Yazidi merupakan salah satu kelompok minoritas di Irak. Mereka menggunakan bahasa Kurdi dan mempraktikkan agama sinkretisme, gabungan ajaran Syiah dan Sufi Islam dengan tradisi serta adat rakyat daerah.
Dilansir dari AFP, Senin, 25 Oktober 2021, vonis hukum untuk Wenisch menjadi yang pertama di dunia terkait penganiayaan ISIS terhadap komunitas Yazidi. Wenisch dinyatakan bersalah atas dua kejahatan terhadap kemanusiaan dalam bentuk perbudakan.
Selain itu, Wenisch juga disebut telah membantu dan bersekongkol dalam pembunuhan gadis tersebut dengan tidak menawarkan bantuan. Bersama suaminya, Taha al-Jumailly yang bergabung dengan ISIS, mereka diketahui telah membeli seorang perempuan dan anak Yazidi untuk dijadikan pembantu rumah tangga.
Pengadilan menyatakan, kedua Yazidi itu telah dijadikan tawanan saat tinggal di Mosul, Irak. Saat itu, pada 2015, Mosul masih diduduki ISIS.
Baca: ISIS Diduga Lakukan Pembunuhan Massal terhadap Yazidi di Irak
“Setelah gadis itu jatuh sakit dan membasahi kasurnya, suami terdakwa merantainya di luar sebagai bentuk hukuman dan membiarkannya mati kehausan di tengah panas yang menyengat," kata jaksa selama persidangan.
Al-Jumailly juga menghadapi persidangan dalam proses terpisah di Frankfurt. Vonis terhadap dirinya akan dijatuhkan akhir November mendatang. "Terdakwa membiarkan suaminya melakukan kejahatan, dan tidak melakukan apa pun untuk menyelamatkan gadis itu," ujar jaksa.
Ibu dari gadis Yazidi tersebut, Nora, diketahui telah berulang kali bersaksi di Munich dan Frankfurt terkait siksaan yang menimpa anaknya. (Nadia Ayu Soraya)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News