Para pejabat militer Rusia mengatakan bahwa rudal tersebut, juga dikenal sebagai rudal Bulava, diluncurkan dari posisi bawah air di lepas pantai utara Laut Putih negara itu, menurut keterangan laman Axios.
Menurut Federasi Ilmuwan Amerika, rudal tersebut dirancang untuk membawa hingga enam hulu ledak nuklir. Rudal yang diluncurkan tersebut mengenai sasaran di Kamchatka, sebuah semenanjung di wilayah timur jauh negara tersebut, lapor Axios.
Pengumuman terbaru disampaikan tiga hari setelah Presiden Rusia Vladimir Putin menandatangani rancangan undang-undang yang akan mencabut ratifikasi perjanjian larangan uji coba nuklir besar-besaran yang dilakukan negara tersebut. Hal ini menandakan bahwa Kremlin terus mengabaikan pembatasan nuklir di tengah perangnya dengan Ukraina.
Sejak awal invasi ke Ukraina pada Februari 2022, ancaman Putin untuk menggunakan senjata nuklir semakin meningkat, karena ia juga mengirimkan bom nuklir taktis ke Belarusia awal tahun ini.
Langkah Rusia ini mendapat tanggapan dari Amerika Serikat, dimana Menteri Luar Negeri Antony Blinken mengecam tindakan tersebut. Blinken mengatakan bahwa hal tersebut adalah bagian dari "upaya Rusia yang mengganggu dan salah arah untuk meningkatkan risiko nuklir dan meningkatkan ketegangan saat negara tersebut melakukan perang ilegal melawan Ukraina."
"Para pejabat Rusia mengatakan bahwa rencana Rusia untuk menarik ratifikasinya tidak berarti bahwa mereka akan melanjutkan pengujian, dan kami mendesak Moskow untuk berpegang pada pernyataan tersebut," tutur Blinken.
"Amerika Serikat tetap berkomitmen untuk mencapai pemberlakuan CTBT, dan kami menegaskan kembali komitmen kami terhadap moratorium pengujian bahan peledak nuklir tanpa hasil, yang telah berlaku selama 30 tahun."
"Penting bagi kita untuk menjaga norma global terhadap uji coba bahan peledak nuklir," pungkasnya.
Baca juga: Ukraina Hujani Galangan Kapal Rusia dengan 15 Rudal Jelajah
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News