Bangkai kapal USS Samuel B Roberts era Perang Dunia II karam di dasar laut. (AFP PHOTO/Caladan Oceanic and EYOS expeditions)
Bangkai kapal USS Samuel B Roberts era Perang Dunia II karam di dasar laut. (AFP PHOTO/Caladan Oceanic and EYOS expeditions)

Studi: Bangkai Kapal Perang Dunia II Masih Cemari Laut Utara

Medcom • 18 Oktober 2022 21:17
Belgia: Studi terbaru menemukan bahwa sebuah kapal era Perang Dunia II berusia 80 tahun yang karam di lautan masih mengeluarkan polutan berbahaya, seperti bahan peledak dan logam berat, ke sedimen Laut Utara.
 
Menurut penelitian yang dirilis di Frontiers in Marine Science pada Selasa, 18 Oktober 2022, kontaminasi yang sedang berlangsung ini memengaruhi mikrobiologi laut dan geokimia di dasar laut tempat kapal tersebut karam.
 
Namun, penulis studi memperingatkan bahwa kapal ini hanyalah satu dari ribuan bangkai kapal, pesawat terbang, dan jutaan ton amunisi konvensional era Perang Dunia II yang tersisa di kedalaman Laut Utara.

Kendati begitu, para peneliti masih belum dapat menentukan lokasi pasti dari ribuan bangkai kapal tersebut.
 
"Masyarakat umum sering kali tertarik dengan bangkai kapal karena nilai sejarahnya, tetapi potensi dampak lingkungan dari bangkai kapal ini kerap diabaikan," ujar penulis utama Josefien Van Landuyt, kandidat PhD di Universitas Ghent di Belgia, seperti dikutip dari laman The Charlotte Observer.
 
Sebagai bagian dari Proyek Bangkai Laut Utara, Van Landuyt dan rekan-rekannya melakukan eksplorasi tentang bagaimana kapal karam V-1302 John Mahn di bagian Laut Utara Belgia memengaruhi dasar laut dan mikrobioma di sekitarnya.
 
Para peneliti mencatat bahwa V-1302 John Mahn adalah kapal pukat ikan Jerman yang digunakan sebagai kapal patroli selama Perang Dunia II. Namun pada 1942, kapal itu diserang Angkatan Udara Kerajaan Inggris dan karam.
 
"Meski bangkai kapal dapat berfungsi sebagai terumbu buatan dan memiliki nilai cerita, kita tidak boleh lupa bahwa mereka juga berbahaya," ujar Van Landuyt, menekankan bahwa kapal tersebut adalah benda buatan manusia yang berakhir di lingkungan alami.
 
Baca:  Penampakan Bangkai Kapal Perang PD II yang Ditemukan di Kedalaman 7 Ribu Meter
 
Sementara itu, menurut penelitian tersebut, peneliti Universitas Ghent mengambil lambung baja dan sampel sedimen dari dalam dan sekitar kapal V-1302 John Mahn. Mereka kemudian menemukan bahwa konsentrasi polutan beracun tergantung pada jarak dari kapal karam tersebut.
 
Di antara racun yang mereka identifikasi adalah logam berat seperti nikel dan tembaga serta arsenik. Arsenik sendiri merupakan senyawa eksplosif dan hidrokarbon aromatik polisiklik dan bahan kimia yang secara alami terdapat dalam batu bara, minyak mentah, dan bensin.
 
Dalam penelitian juga disebutkan bahwa konsentrasi logam tertinggi ada pada sampel yang paling dekat dengan bunker batu bara kapal, meski sedimen yang baru diendapkan di dekat bangkai kapal juga memiliki kandungan logam yang tinggi. Selain itu, para peneliti menemukan bahwa konsentrasi hidrokarbon aromatik polisiklik terbesar juga paling dekat dengan kapal.
 
Bakteri tertentu, seperti Rhodobacteraceae dan Chromatiaceae yang diketahui mendegradasi hidrokarbon aromatik polisiklik, juga terdapat dalam sampel yang memiliki kandungan polutan tertinggi.
 
Selain itu, para peneliti juga menemukan bakteri pereduksi sulfat, seperti satu jenis yang disebut Desulfobulbia dalam sampel lambung. Bakteri ini kemungkinan menyebabkan korosi pada lambung kapal, menurut penelitian tersebut.
 
Van Landuyt mengakui bahwa dia dan timnya hanya menyelidiki satu kapal, yang terletak di satu kedalaman wilayah laut. Ia menduga bahwa temuan mereka hanyalah puncak dari gunung es, karena masih banyak bangkai kapal lain di luar sana.
 
"Orang sering lupa bahwa di bawah permukaan laut, kita, manusia, telah membuat dampak yang cukup besar kepada hewan, mikroba, dan tumbuhan lokal yang hidup di sana," ujar Van Landuyt.
 
"Bahan kimia, bahan bakar fosil, dan logam berat dari bangkai kapal yang bahkan tidak kita pernah tahu keberadaannya, ada di bawah sana," tambahnya. (Gabriella Carissa Maharani Prahyta)
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WIL)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan