"Kami menyerukan kepada para pemimpin militer Myanmar untuk membebaskan semua pejabat pemerintah dan pemimpin masyarakat sipil, serta menghormati keinginan masyarakat Myanmar seperti yang diungkapkan dalam pemilihan demokratis pada 8 November," kata Blinken dalam pernyataan tertulis pada Senin, 1 Februari 2021.
Ia menuturkan, AS berdiri bersama dengan rakyat Myanmar dalam aspirasi mereka untuk demokrasi, kebebasan, perdamaian dan pembangunan.
"Militer harus membalikkan tindakan ini sesegera mungkin," tegasnya.
Pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi, Presiden U Win Myint, dan sejumlah petinggi lainnya ditahan pada Senin, 1 Februari 2021. Penahanan yang dilakukan militer ini dilakukan menjelang pembukaan sesi baru parlemen Myanmar.
Militer Myanmar mengatakan penahanan Suu Kyi dilakukan atas dasar "kecurangan pemilu" pada November tahun lalu. Kini, kekuasaan di Myanmar diambil alih oleh pemimpin militer, Jenderal Min Aung Hlaing.
Baca: Militer Kuasai Myanmar, Deklarasikan Status Darurat Selama 1 Tahun
Tak hanya AS, sejumlah negara juga menyatakan keprihatinannya, termasuk negara-negara ASEAN, seperti Indonesia, Singapura, dan Malaysia. RI mendesak agar semua pihak di Myanmar menahan diri dan mengedepankan pendekatan dialog.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres juga mengungkapkan kekecewaannya atas situasi terkini di Myanmar. Menurut Guterres, pengambilalihan kekuasaan di Myanmar merupakan pukulan telak bagi demokrasi.
Sementara itu, Suu Kyi melalui keterangan dari kantor NLD, meminta masyarakat Myanmar untuk menolak kudeta militer. Suu Kyi juga mendorong semua warga untuk menggelar unjuk rasa mengecam situasi saat ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News