Pemungutan suara mungkin akan dilakukan pada Selasa pagi waktu New York. Jika perundingan berhasil, maka akan memecahkan kebuntuan 10 hari setelah veto Amerika Serikat (AS) di DK PBB.
Pada 8 Desember, meskipun ada tekanan yang belum pernah terjadi sebelumnya dari Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, Amerika Serikat memblokir penerapan resolusi yang menyerukan “gencatan senjata kemanusiaan segera” di Jalur Gaza. Di mana Israel melanjutkan serangan mematikannya sebagai pembalasan atas serangan Hamas yang belum pernah terjadi sebelumnya menyerang pada 7 Oktober.
Baca: DK PBB Akan Coba Adopsi Resolusi Baru Gaza, Apakah Akan Diveto AS?. |
Pekan lalu, Majelis Umum mengadopsi resolusi tidak mengikat yang sama dengan 153 suara berbanding 10 yang menolak dan dengan 23 abstain, dari 193 negara anggota.
Karena kuatnya dukungan yang luar biasa ini, negara-negara Arab telah mengumumkan upaya baru di Dewan Keamanan, dengan hasil yang tidak pasti.
Sebuah rancangan teks yang disiapkan oleh Uni Emirat Arab, yang diperoleh AFP pada hari Minggu, menyerukan “penghentian permusuhan yang mendesak dan abadi untuk memungkinkan akses bantuan kemanusiaan tanpa hambatan ke Jalur Gaza.”
Namun menurut sumber-sumber diplomatik, teks baru yang dimodifikasi kini sedang dibahas, sebagai upaya untuk mendekati kompromi.
“Penundaan pemungutan suara hingga Selasa berarti ada negosiasi mengenai naskah tersebut, kemungkinan besar untuk menghindari veto lagi atau beberapa kali," Sekretaris Jenderal Amnesty International Agnes Callamard menulis di X, seperti dikutip AFP, Selasa 19 Desember 2023.
“Setiap jam, setiap hari yang berlalu warga sipil di Gaza sekarat,” imbuh Callamard.
Dewan Keamanan juga membahas persyaratan sistem pemantauan bantuan kemanusiaan yang masuk ke Gaza.
Dalam surat yang dikirim pada Senin kepada presiden Dewan Keamanan, yang dilihat oleh AFP, Antonio Guterres menyebutkan tiga opsi untuk menerapkan resolusi 15 November yang menyerukan “jeda” kemanusiaan selama beberapa hari untuk memungkinkan bantuan masuk ke wilayah Palestina.
“Mengingat bahwa kondisi untuk pengiriman bantuan kemanusiaan yang efektif sudah tidak ada lagi, pilihan pertama Sekjen PBB adalah memperkuat kehadiran personel kemanusiaan PBB di lapangan untuk memungkinkan kehadiran PBB yang lebih kuat di lapangan,” sebut pernyataan PBB.
“Kedua, Sekjen menyarankan misi PBB atau pengamat sipil pihak ketiga,” imbuh pernyataan itu.
Dan yang terakhir, untuk memantau pelaksanaan “jeda/gencatan senjata kemanusiaan, pengamat militer PBB yang tidak bersenjata dapat dikerahkan,” tulisnya, seraya mencatat bahwa ketiga opsi tersebut memerlukan “mandat yang jelas” dari Dewan Keamanan.
Lebih banyak penderitaan
Sejak dimulainya perang antara Israel dan Hamas, Dewan Keamanan mendapat kecaman, karena hanya berhasil mengadopsi teks yang menyerukan " jeda kemanusiaan" pada pertengahan November.Lima rancangan resolusi lainnya ditolak, dua di antaranya karena veto AS.
Presiden Joe Biden sejak itu menunjukkan ketidaksabaran yang semakin besar terhadap Israel, dan memperingatkan bahwa sekutunya berisiko kehilangan dukungan komunitas internasional atas pemboman “tanpa pandang bulu” di Jalur Gaza.
Pemerintahan Biden menolak untuk mengatakan bagaimana mereka memandang teks terbaru tersebut.
“Kami selalu berusaha mencapai kesepakatan yang kami setujui, yang disetujui oleh anggota Dewan Keamanan lainnya,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Matthew Miller kepada wartawan.
“Tetapi saat ini kami sedang dalam proses negosiasi. Saya tidak ingin berspekulasi,” imbuh Miller.
Resolusi Dewan Keamanan bersifat mengikat, namun seringkali diabaikan oleh negara-negara terkait. Israel bahkan telah menegaskan bahwa gencatan senjata “tidak dapat diterima.”
Gencatan senjata sekarang
Setelah serangan pada 7 Oktober, yang menurut pihak berwenang Israel menyebabkan sekitar 1.140 orang tewas, sebagian besar adalah warga sipil, Israel bersumpah untuk "memusnahkan" Hamas. Mereka menggempur wilayah Palestina, mengepungnya dan melakukan operasi darat besar-besaran sejak 27 Oktober.Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas di Gaza mengatakan, respons militer Israel telah menewaskan lebih dari 19.400 orang, sebagian besar perempuan dan anak-anak.
“Dalam menghadapi kekejaman seperti itu, hanya ada satu posisi moral, satu posisi yang dapat dipertahankan: sekarang gencatan senjata,” pinta Riyad Mansour, Duta Besar Palestina untuk PBB, dari mimbar Majelis Umum pada Jumat 15 Desember 2023.
Sementara Dubes Israel untuk PBB Gilad Erdan berceloteh bahwa, “Menyerukan gencatan senjata sekarang, sementara (para sandera) masih ditahan, adalah tindakan yang paling tidak bermoral.”
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News