"Perang ini tidak hanya menggunakan senjata api, tapi juga melibatkan sektor energi, dan untungnya kita telah menemukan jawabannya. Perang ini juga akan dilakukan dengan ketakutan dan perpecahan, dan hal tersebut harus dapat kita cegah," sebut Baerbock dalam acara kongres Partai Hijau miliknya.
"Dalam situasi seperti ini, hal berikutnya adalah pengungsi dan non-pengungsi dari Ukraina. Karena perang ini bersifat hibrida, negara-negara lain juga berpartisipasi," lanjutnya, dilansir dari laman Al Arabiya News, Sabtu, 15 Oktober 2022.
Baca: PBB: 10 Juta Rakyat Ukraina Mengungsi Sejak Awal Invasi Rusia
Menekankan bahwa tidak boleh ada situasi "di mana orang-orang dijadikan sebagai senjata," Baerbock mengatakan bahwa Jerman sudah berbicara dengan Republik Ceko dan Slovakia mengenai isu ini.
Jerman dalam beberapa pekan terakhir ini telah memperingatkan Serbia mengenai perjalanan bebas visa bagi sejumlah negara. Kebijakan tersebut disebut Jerman rentan digunakan pihak tertentu untuk memasuki zona Uni Eropa dengan bebas.
Serbia, negara kandidat anggota Uni Eropa, berada di rute Balkan yang biasa digunakan imigran menuju Eropa Barat. Biasanya, para imigran berasal dari Timur Tengah, Asia dan Afrika.
Meski rute tersebut tidak sesibuk seperti krisis imigran pada 2015, puluhan ribu orang masih tetap melintasinya dari tahun ke tahun.
Jerman menampung lebih dari satu juta imigran saat krisis 2015, namun langkah tersebut memicu perpecahan mendalam di kalangan masyarakat.
Laporan Komisi Eropa di tahun 2022 menemukan fakta adanya "peningkatan jumlah orang" yang tiba di Serbia via jalur udara karena pemberlakukan "perjalanan bebas visa."
Disebutkan bahwa mitra-mitra Balkan harus "menyamakan kebijakan visa mereka" dengan Uni Eropa untuk mengurangi tekanan rute keimigrasian.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News