Baca: Apa Sebab Rakyat Thailand Mulai Berani Melawan Raja.
"Kami telah memperjelas bahwa politik tentang Thailand tidak boleh dilakukan dari Jerman," kata Maas kepada parlemen, dilansir dari Malay Mail, Jumat, 9 Oktober 2020.
Pernyataan ini merupakan tanggapan Maas atas pertanyaan anggota parlemen Partai Hijau dei Bundestag.
"Jika ada tamu negara kami yang menjalankan bisnis negara mereka dari tanah kami, kami akan selalu bertindak untuk menangkalnya," imbuh dia.
Dalam beberapa bulan terakhir, monarki Raja Vajiralongkorn menghadapi seruan reformasi dari pengunjuk rasa di Thailand. Para pedemo meminta agar kekuasaan raja dikekang dan mencopot Perdana Menteri Prayuth Chan-0-cha, serta konstitusi dan pemilihan pemimpin baru.
Anggota parlemen Partai Hijau Jerman, Frithjof Schmidt juga bertanya pada Maas apakah Jerman siap untuk berdiskusi dengan Uni Eropa mengenai perdagangan bebas dengan Thailand selama junta militer di sana terus menghalangi jalan menuju demokrasi di Thailand.
Uni Eropa menghentikan kontak di semua tingkatan dengan Thailand setelah kudeta 2014. Namun, mereka melanjutkan pembicaraan perdagangan setelah pemilihan umum tahun lalu yang membuat Prayuth kembali sebagai perdana menteri.
Maas menambahkan bahwa menghentikan negosiasi adalah pilihan untuk memberikan tekanan. Namun, akan ada dialog dengan Thailand terlebih dahulu.
Baik Istana Kerajaan di Bangkok maupun pemerintah Thailand tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Raja Vajiralongkorn, 68, naik tahta Thailand sejak 2016. Namun, sebagian besar waktunya dihabiskan di Bavaria, tempat sang putra bersekolah.
Sementara itu, para pengunjuk rasa Thailand mengeluhkan biaya tinggal sang raja di Eropa dan mempertanyakan ketidakhadirannya dari kerajaan.
Pedemo berusaha untuk mengurangi kekuasaan raja berdasarkan konstitusi yang secara khusus memungkinkan dia menjalankan kekuasaan ketika berada di luar Thailand tanpa menunjuk pengganti sementara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News