Pasukan Azerbaijan menembakkan artileri ke arah pasukan Armenia di Nagorno-Karabakh. (AFP)
Pasukan Azerbaijan menembakkan artileri ke arah pasukan Armenia di Nagorno-Karabakh. (AFP)

Turki Kirim Ribuan Milisi Suriah ke Azerbaijan

Willy Haryono • 30 September 2020 14:32
London: Milisi pejuang Suriah dikabarkan mendaftar untuk bekerja di perusahaan keamanan swasta Turki sebagai penjaga perbatasan di Azerbaijan. Demikian disampaikan seorang sumber sukarelawan di kubu pemberontak Suriah, dilansir dari laman Guardian, belum lama ini.
 
Ribuan milisi Suriah mendaftar saat pertempuran antara pasukan Armenia dan Azerbaijan di zona konflik Nagorno-Karabakh berlangsung sejak akhir pekan kemarin hingga hari ini, Rabu 30 September 2020.
 
Potensi keterlibatan milisi Suriah dinilai sebagai tanda meningkatnya keinginan Turki untuk memproyeksikan kekuatannya di kancah global, serta untuk membuka "teater ketiga" dalam persaingan regionalnya dengan Rusia.

Turki sudah terlibat dalam perebutan kekuasaan yang tidak stabil dengan Rusia dalam konflik di Suriah dan Libya, dan ketegangan itu sekarang bisa meluas ke Nagorno-Karabakh.
 
Sumber The Guardian berbicara dengan tiga pria yang tinggal di daerah terakhir yang dikuasai pemberontak di Suriah. Sejak hampir satu dekade terakhir, perang dan kemiskinan yang parah telah membuat ketiganya tertarik untuk mendaftar bersama para pemimpin milisi dan perantara yang menjanjikanpekerjaan di perusahaan keamanan swasta Turki di luar negeri.  
 
Mereka berharap dapat melakukan perjalanan melintasi perbatasan ke Turki, sebelum nantinya diterbangkan ke Azerbaijan.
 
Dua bersaudara yang tinggal di Azaz, Muhammad dan Mahmoud, yang meminta nama lengkap mereka disamarkan karena sensitifnya masalah ini, mengatakan bahwa mereka dipanggil ke kamp militer di Afrin pada 13 September lalu.
 
Saat tiba di sana, mereka diberitahu oleh seorang komandan di divisi Sultan Murad yang didukung Turki, bahwa tersedia pekerjaan untuk menjaga pos pengamatan dan fasilitas minyak dan gas di Azerbaijan dengan kontrak tiga atau enam bulan dengan nilai 7.000-10.000 lira Turki (setara Rp13 juta - 19 juta) per bulan. Nilai itu jauh lebih banyak daripada yang bisa dihasilkan keduanya di kampung halaman.
 
Komandan itu disebutkan tidak memberikan rincian tentang pekerjaan apa yang akan dilakukan, berapa lama akan berlangsung, atau kapan mereka akan pergi. Detail mengenai perusahaan keamanan Turki yang mana, atau siapa yang akan membayar gaji mereka juga tidak disebutkan.
 
"Komandan memberi tahu bahwa kami tidak akan berperang, hanya membantu menjaga beberapa daerah," kata Muhammad.  "Gaji kami tidak cukup di sini untuk hidup, jadi kami melihatnya sebagai peluang besar untuk menghasilkan uang," sambung dia.
 
Gaji yang dijanjikan juga terbilang sangat besar dibandingkan dengan 450-550 lira Turki sebulan yang diperoleh pemberontak Suriah dari Ankara dalam perang melawan presiden Suriah Bashar al-Assad.
 
Ankara telah mendukung oposisi Suriah sejak hari-hari awal perang, bahkan ketika kelompok Tentara Pembebasan Suriah dalam posisi lemah dan terpecah karena pertikaian dan pertumbuhan elemen-elemen Islamis dalam barisan pemberontak.
 
Turki juga menggunakan beberapa pejuang pemberontak sebagai proksi melawan pasukan yang dipimpin Kurdi meskipun ada tuduhan pelanggaran hak asasi manusia.
 
Sejak Desember, Ankara juga memfasilitasi pergerakan ribuan pemberontak Suriah ke Libya sebagai tentara bayaran, di mana mereka telah membantu mengubah gelombang perang saudara untuk mendukung panglima perang yang didukung oleh PBB melawan Khalifa Haftar.
 
Omar dari kota Idlib, yang juga meminta nama aslinya disamarkan, dipanggil ke Afrin pada 22 September bersama 150 pria lainnya. Ia diminta bersiap untuk berangkat, namun diberitahu pada hari yang sama bahwa penempatannya ditunda sampai pemberitahuan lebih lanjut. 
 
“Ketika kami pertama kali ditawari pekerjaan di luar negeri di Libya, orang-orang takut untuk pergi ke sana, tetapi sekarang pasti ada ribuan dari kami yang bersedia pergi ke Libya atau Azerbaijan,” katanya.  "Tidak ada apa-apa bagi kita di sini," lanjut dia.
 
Kedatangan milisi asing itu dinilai akan memicu kompleksitas pertempuran antara Yerevan dan Baku atas wilayah Nagorno-Karabakh -- sebuah daerah kantong yang secara hukum dianggap sebagai bagian dari Azerbaijan, tetapi telah dijalankan oleh etnis Armenia sejak mendeklarasikan kemerdekaan setelah runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991. 
 
Daerah tersebut menarik perhatian Barat karena merupakan koridor pipa minyak dan gas utama.
 
Bentrokan pada Juli lalu yang menewaskan 17 orang di wilayah perbatasan yang berbeda, serta permusuhan baru di Nagorno-Karabakh dalam dua hari terakhir, sejauh ini telah menewaskan puluhan orang. Pertempuran terbaru telah menimbulkan kekhawatiran bahwa konflik yang lama terpendam akan aktif kembali dan memicu perang berskala besar.
 
Turki memiliki ikatan budaya dan ekonomi yang kuat dengan Azerbaijan.  Sedangkan Rusia secara tradisional dekat dengan Armenia, tetapi telah menjalin hubungan dengan elite Azerbaijan dalam beberapa tahun terakhir, dan terus menjual senjata ke kedua sisi.
 
Sementara sebagian besar komunitas internasional, termasuk Moskow, telah menyerukan penurunan ketegangan dan dialog damai atas konflik di Nagorno-Karabakh. Sedangkan presiden Turki, Recep Tayyip Erdo?an, mengatakan pada hari Minggu kemarin bahwa Azerbaijan mendapat dukungan penuh dari Ankara.
 
"Orang-orang Turki berdiri di belakang saudara Azeri dengan segala cara seperti biasanya," kata Erdogan via Twitter. Ia kemudian mengkritik negara lain atas "standar ganda dan reaksi yang tidak memadai" terhadap konflik di Nagorno-Karabakh.
 
Para pengamat mempertanyakan mengapa pasukan militer Baku yang sangat terlatih dan bersenjata masih membutuhkan bantuan dari tentara bayaran Suriah.  
 
Elizabeth Tsurkov, seorang peneliti di Center for Global Policy yang berbasis di Washington DC, mengatakan, "warga Suriah menolak dan masih menolak logika ini, tetapi kehancuran ekonomi akibat perang dan depresiasi mata uang Suriah baru-baru ini membuat sebagian besar warga Suriah sekarang berjuang untuk memberi makan diri mereka sendiri." 
 
"Dihadapkan dengan sedikit pilihan, banyak yang sekarang bersedia menjual diri mereka kepada penawar tertinggi," sambung dia.
 
Beberapa sumber di Tentara Nasional Suriah (SNA), payung utama kelompok pemberontak Suriah yang didanai oleh Turki, serta grup pemantau Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR), mengatakan bahwa gelombang pertama 500 pejuang Suriah dari SNA Sultan Murad dan Al Hamza telah tiba di Azerbaijan, termasuk dua komandan senior: Fahim Eissa, pemimpin Sultan Murad, dan Saif Abu Bakir dari Al Hamza. Namun, kabar ini belum bisa dikonfirmasi kebenarannya oleh Guardian. 
 
Desas-desus tersebut diperkuat oleh beberapa video yang belum diverifikasi yang beredar di media sosial yang dimaksudkan untuk menunjukkan pemberontak Suriah bersenjata berjalan di sepanjang jalan Azerbaijan di belakang truk sambil menyanyikan lagu-lagu pertempuran.
 
Pemerintah Armenia dan juga sejumlah media Rusia menuduh bahwa sekitar 4.000 milisi Suriah telah hadir di Nagorno-Karabakh. Namun klaim tersebut dibantah oleh Azerbaijan, yang menyebutnya hanya sebagai "omong kosong."
 
“Kami sangat menolak klaim tersebut.  Dukungan kami terdiri dari nasihat militer dan pelatihan angkatan bersenjata Azerbaijan. Kementerian Pertahanan Turki tidak berurusan dengan perekrutan atau pemindahan anggota milisi ke mana pun di dunia," ucap seorang sumber dari Kemenhan Turki 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WIL)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan