Hingga hari Minggu kemarin, otoritas Kazakhstan mencatat total 164 korban tewas dengan hampir 6.000 lainnya ditangkap. Dari kubu pasukan keamanan Kazakhstan, jumlah kematian mencapai 18 orang.
Dilansir dari AFP, Almaty hampir sepenuhnya offline sejak Rabu kemarin, saat sebagian warga Kazakhstan menggelar unjuk rasa menentang kenaikan harga bahan bakar. Aksi protes tersebut kemudian meluas menjadi penentangan terhadap pemerintah.
Senin ini, warga Almaty sudah bisa mengakses situs-situs lokal dan internasional. Jaringan internet mulai pulih usai Presiden Kazakhstan Kassym-Jomart Tokayev menetapkan Senin ini sebagai hari berkabung nasional.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Kazakhstan Erlan Turgumbayev menyatakan bahwa situasi di seantero negeri sudah stabil. Namun petugas masih melakukan aksi "pembersihan" di seantero negeri, untuk memastikan ketertiban masyarakat dapat kembali terjaga.
Saat kerusuhan terjadi, Presiden Tokayev melabeli para demonstran dengan sebutan "bandit" dan "teroris." Ia kemudian meminta bantuan Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (CSTO) -- sebuah blok di bawah pimpinan Rusia -- untuk meredam kerusuhan.
Pasukan penjaga perdamaian Rusia yang tergabung dalam CSTO mulai dikerahkan ke Kazakhstan pada 6 Januari. Mereka berkoordinasi dengan pasukan lokal dalam menghentikan berbagai aksi protes para demonstran, terutama di Almaty yang merupakan kota terbesar di Kazakhstan. Tak memakan waktu lama, situasi mulai terkendali pada Jumat, 7 Januari, sekitar lima hari usai terjadinya unjuk rasa.
Di saat situasi mulai terkendali pada 7 Januari, Toyayev mengeluarkan perintah tembak di tempat tanpa peringatan kepada siapa pun yang tidak mau mengikuti aturan. Perintah ini membuat Tokayev semakin dipandang sebagai sosok yang juga otoriter seperti pendahulunya, Nursultan Abishuly Nazarbayev.
Baca: Redam Kerusuhan, Presiden Kazakhstan Beri Perintah Tembak di Tempat
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News