Guru Besar Hubungan Internasional Universitas St Petersburg, Prof Connie Rahakundini. Foto: Dok Pribadi
Guru Besar Hubungan Internasional Universitas St Petersburg, Prof Connie Rahakundini. Foto: Dok Pribadi

Eskalasi Ukraina & Israel, Guru Besar St Petersburg Kritik Inggris dan Prancis

Wandi Yusuf • 17 Oktober 2024 20:55
Jakarta: Sikap negara-negara Barat yang seolah tak bergeming, mendapat sorotan Guru Besar Hubungan Internasional Universitas St Petersburg, Profesor Connie Rahakundini. Ia melihat dunia internasional seperti setengah-setengah menyikapi perkembangan konflik antara Israel dengan Palestina dan Lebanon. 
 
"Uni Eropa tidak konsisten, berubah-ubah. Lebanon adalah jajahan Prancis, tapi diam saja, tidak terlihat membatasi ruang gerak terorisme Hizbullah di Lebanon," kata Connie melalui keterangan tertulis, Kamis, 17 Oktober 2024.
 
Dia juga mengkritik Inggris. Keberadaan Israel di wilayah itu adalah akibat dari perjanjian antara Inggris dan Prancis. Menurut dia, bila memang dunia internasional, terutama negara-negara Barat ingin berbuat sesuatu, bisa saja dalam bentuk penerapan sanksi. 

"Dikekang saja dengan sanksi,” ujar dia.
 

Pemicu perang dunia II

Sebelumnya, Duta Besar Federasi Rusia untuk Indonesia, Sergei Tolchenov, menyatakan Inggris dan Prancis bertanggung jawab atas pecahnya perang dunia II. 
 
Dalam opininya, Tolchenov mengingatkan pada 30 September 1938 merupakan salah satu halaman paling tragis dalam sejarah. Peristiwa yang tidak ingin diingat kembali oleh Barat. 
 
"Tepat pada hari itu Perjanjian Munich ditandatangani Inggris Raya, Prancis, Jerman, dan Italia, dengan keterlibatan Polandia dan Hungaria. Persetujuan bersama tersebut membuka jalan bagi kehancuran negara Cekoslowakia dan menjadi awal mula Perang Dunia II,” demikian ditulis Tolchenov, dikutip dari akun Instagram Kedubes Rusia.
 
Ia berpendapat, bagi Indonesia, peristiwa yang terjadi di Eropa pada 1930 hingga 1940-an itu mungkin tampak jauh dari sisi ruang dan waktu. Namun, penting bagi masyarakat Indonesia untuk mengetahui dan mengingat penyebab pecahnya Perang Dunia II serta bantuan yang diberikan Inggris dan Prancis kepada Nazi. 
 
"Hikmah dari apa yang pernah terjadi di waktu lampau, saat ini menjadi lebih relevan dari sebelumnya,” tulis Tolchenov.
 
Baca: PBB: 100 Persen Penduduk Gaza saat Ini Jatuh Miskin

Ia menyebut Prancis dan Inggris pada periode 1933-1939 menerapkan kebijakan appeasement (kebijakan pemuasan) untuk Adolf Hitler. Hal itu menyiratkan bahwa Paris dan London membuat sejumlah kelonggaran terhadap Nazi Jerman, dengan harapan mereka mampu mengekang hasrat Berlin dan melindungi diri mereka dari serangan.
 
Lebih lanjut, Tolchenov berpendapat, alih-alih bekerja sama dengan Moskow untuk menciptakan sistem keamanan kolektif di Eropa (seperti yang ditekankan oleh diplomat Soviet) dan membendung agresivitas Jerman, Inggris dan Prancis justru memilih menggunakan agresivitas Nazi sebagai upaya melemahkan Uni Soviet.
 

Saling lempar tuduhan

Opini tersebut kemudian membuat dua akun resmi Kedutaan Besar Rusia dan Polandia di media sosial terlibat dalam ketegangan. Mereka saling lempar tuduhan mengenai peran Rusia (dulu bernama Uni Soviet) dan negara-negara Eropa Barat menjelang meletusnya perang dunia II. 
 
Pihak Polandia, lewat akun twitter (X) @PLdiIndonesia mencoba mengingatkan bahwa Rusia berkawan dengan Nazi dan menginvasi Polandia dan Finlandia, serta mencaplok sebagian wilayah Hongaria, Norwegia, Islandia, dan juga Rumania. Setelah itu, Kedutaan Besar Rusia di Indonesia juga melansir pernyataan resminya lewat akun Instagram @rusemb_indonesia.
 
Mereka menyatakan bahwa pihak perwakilan Warsawa dan Kiev di Indonesia, tidak melakukan analisis fakta yang komprehensif dan bertindak kekanakan serta menggunakan ‘meme’ propaganda Barat. “Meniadakan kebenaran sejarah sama dengan melakukan penipuan sejarah,” demikian diposting dalam akun instagram Kedubes Rusia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan