Data terbaru menjadikan demonstrasi anti-pemerintah ini sebagai yang paling mematikan di Kolombia sejak penandatanganan perjanjian damai antara pemerintah dan grup gerilyawan FARC pada 2016.
Kala itu, perjanjian damai disepakati untuk mengakhiri perang sipil Kolombia yang berkecamuk selama berdekade-dekade.
Dilansir dari laman TRT World. pada Rabu, 12 Mei 2021, angka korban tewas versi ombudsman Kolombia lebih rendah dari catatan beberapa lembaga nirlaba, yang mengklaim ada 47 kematian dan 39 di antaranya terkait "kekerasan polisi."
Kementerian Pertahanan Kolombia melaporkan, 849 polisi terluka dalam bentrokan, dengan 12 di antaranya terkena tembakan senjata api. Namun Kemenhan Kolombia belum memperbarui data korban warga sipil sejak 3 Mei, yakni 306 orang.
Mahasiswa pemimpin aksi unjuk rasa, Jennifer Pedraza, menuding pemerintahan Presiden Ivan Duque "cenderung membiarkan penggunaan kekerasan berlebih" di kalangan aparat keamanan. Ia pun menyerukan masyarakat Kolombia untuk mengikuti aksi protes terbaru pada Rabu ini.
Aksi protes di Kolombia, yang awalnya digelar dalam menentang reformasi pajak, meluas menjadi penentangan penuh terhadap pemerintah. Hal ini dipicu maraknya aksi kekerasan geng kriminal dan juga mandeknhya perekonomian di tengah pandemi Covid-19.
Rancangan undang-undang reformasi pajak telah ditarik Pemerintah Kolombia, namun aksi unjuk rasa tetap berlanjut hingga kini.
Baca: Ribuan Warga Kolombia Berunjuk Rasa Menentang Reformasi Pajak
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News