Ada alasan dibalik gagalnya resolusi milik AS tersebut, yakni tidak adanya 'hukuman' untuk Israel.
Duta Besar Rusia untuk PBB, Vassily Nebenzia mengatakan, rancangan tersebut sangat dipolitisasi dan memberi lampu hijau bagi Israel untuk melancarkan operasi militer di kota Rafah, paling selatan Gaza, tempat lebih dari 1,5 juta warga Palestina berlindung.
Baca: Rusia-Tiongkok Veto Resolusi Gencatan AS. |
Nebenzia mengatakan tidak ada seruan gencatan senjata dalam teks resolusi tersebut dan menuduh kepemimpinan AS “sengaja menyesatkan komunitas internasional”.
"Kalian akan malu (jika meloloskan resolusi itu)," katanya kepada rekan duta besarnya di ruang sidang DK PBB.
Dilansir dari Al Jazeera, Jumat, 22 Maret 2024, Duta Besar Aljazair untuk PBB, Amar Bendjama juga mengatakan hal yang sama. Menurutnya, jika Dewan Keamanan mengeluarkan resolusi pada Februari, ribuan nyawa tak berdosa bisa diselamatkan.
Saat ini, lebih dari 32.000 orang –,sebagian besar perempuan dan anak-anak,– telah tewas sejak perang dimulai Oktober lalu.
"Angka-angka ini mewakili kehidupan dan harapan yang telah hancur," kata Bendjama, seraya menambahkan bahwa teks AS tidak menyebutkan tanggung jawab Israel atas kematian mereka.
Sementara itu, 10 anggota terpilih Dewan Keamanan telah menyusun resolusi mereka sendiri, yang menuntut gencatan senjata kemanusiaan segera di bulan suci Ramadhan, yang dimulai pada 10 Maret, “dihormati oleh semua pihak yang mengarah pada gencatan senjata permanen yang berkelanjutan”.
Prancis juga akan menyusun resolusi baru PBB untuk gencatan senjata di Gaza, kata Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Jumat.
“Menyusul veto Rusia dan Tiongkok beberapa menit yang lalu, kami akan melanjutkan pekerjaan berdasarkan rancangan resolusi Perancis di Dewan Keamanan dan bekerja dengan mitra Amerika, Eropa, dan Arab untuk mencapai kesepakatan,” kata Macron di akhir dari pertemuan puncak para pemimpin Uni Eropa di Brussels.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News