Penghargaan diberikan António Feijó, Presiden Yayasan Gulbenkian dan Angela Merkel, Ketua Juri Gulbenkian Prize for Humanity, dalam acara yang dihadiri Presiden Portugal Marcelo Rebelo de Sousa dan Perdana Menteri Portugal Antonio Costa.
Ketiga pemenang tahun ini ditetapkan para juri yang diketuai Angela Merkel, mantan Kanselir Jerman. Para pemenang terpilih adalah Apai Janggut, "Tuai Rumah Panjang" Masyarakat Adat Dayak Iban Sungai Utik; Cécile Bibiane Ndjebet, campaigner dan agronomist dari Kamerun; dan Lélia Wanick Salgado, environmentalist, desainer dan scenographer dari Brasil.
Dalam acara penyerahan penghargaan, turut hadir Duta Besar Indonesia untuk Portugal, Rudy Alfonso.
"Penghargaan ini diberikan sebagai apresiasi kepada mereka yang menunjukkan komitmen luar biasa terhadap aksi lokal dan gerakan berbasis masyarakat, yang mendukung perlindungan hutan dan restorasi ekosistem," ujar Dubes Rudy, dalam keterangan di situs Kementerian Luar Negeri RI, Jumat, 21 Juli 2023.
Mengapresiasi penghargaan ini, Apai Janggut mengatakan bahwa hutan adalah "sumber kehidupan kami, yang sudah diturunkan leluhur sejak dulu." Ia mengatakan bahwa ,enjaga hutan adalah bagian dari budaya, karena di dalamnya terdapat ladang, tanaman obat, sungai, dan juga kuburan keramat leluhur yang harus senantiasi dijaga.
"Kami bangga, aksi kami ternyata bermanfaat bagi dunia," ucap Apai Janggut.
Para pemenang akan menerima hadiah yang ditujukan untuk mendukung dan melanjutkan kegiatan yang sudah dilakukan, agar dapat meningkatkan aksi kerja mereka bagi restorasi ekosistem dan upaya mengatasi isu perubahan iklim, baik di tingkat tapak, nasional mau pun global.
"Hadiah ini sangat berguna bagi kami, akan kami gunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menyiapkan mereka dalam menghadapi tantangan ke depan, untuk peningkatan kapasitas generasi muda kami, dan menyiapkan pendidikan yang lebih baik," sebut Remang, Kepala Desa Batu Lintang dari Sungai Utik yang turut mendampingi Apai Janggut.
"Selain itu juga untuk mengembangkan alternatif pendapatan jangka panjang seperti ekowisata dan PES (Payment Ecosystem Services)," sambungnya.
Penghargaan ini membuktikan bahwa hutan dapat memberikan manfaat lebih ketika hidup ketimbang ditebang. Aksi lokal Masyarakat Adat Sungai Utik dalam aksi mitigasi perubahan iklim memberikan manfaat tidak saja bagi masyarakat itu sendiri, tapi juga bagi negara dan dunia.
Masyarakat Adat Dayak Iban Sungai Utik sebelumnya telah mendapatkan penghargaan nasional Kalpataru dari pemerintah Indonesia, dan UNDP Equator prize pada 2019 atas upaya mereka mempertahankan hutan dari penebangan liar, perambahan dan konversi lahan oleh sejumlah perusahaan.
Dalam penganugerahan Gulbenkian Prize for Humanity ke-4 di Lisabon ini, Apai Janggut turut didampingi Raymundus Remang, selaku Kepala Desa Sungai Utik, Joni Manehat dari Komunitas Sungai Utik, dan Yani Saloh, Friends of Sungai Utik.
Baca juga: Perlu Kolaborasi Capai Pengurangan Emisi Karbon di Indonesia
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News