Hasilnya melemparkan politik Prancis ke dalam kekacauan, meningkatkan prospek legislatif yang lumpuh atau koalisi yang berantakan dengan Macron yang dipaksa untuk menjangkau sekutu baru.
Macron (44) sekarang juga berisiko terganggu oleh masalah domestik, saat ia berusaha memainkan peran penting dalam mengakhiri invasi Rusia ke Ukraina dan sebagai negarawan kunci di Uni Eropa.
Koalisi 'Bersama' Macron berada di jalur untuk menjadi partai terbesar di Majelis Nasional berikutnya. Tetapi dengan 234 kursi sejauh ini, menurut hasil kementerian dalam negeri berdasarkan penghitungan suara 97 persen, itu akan jauh dari 289 kursi yang dibutuhkan untuk mayoritas di Parlemen yang beranggotakan 577 orang.
"Situasi ini merupakan risiko bagi negara kita, mengingat tantangan yang harus kita hadapi," kata Perdana Menteri Elisabeth Borne, dilansir dari AFP, Senin, 20 Juni 2022.
"Kami akan bekerja mulai besok untuk membangun mayoritas yang bekerja," sambungnya.
Baca juga: Agenda Macron Dipertaruhkan dalam Pemilu Legislatif Putaran Kedua
Hasilnya sangat menodai kemenangan pemilihan presiden Macron April lalu untuk menjadi presiden Prancis pertama yang memenangkan masa jabatan kedua dalam lebih dari dua dekade.
"Ini adalah titik balik untuk citranya yang tak terkalahkan," kata Bruno Cautres, peneliti di Pusat Penelitian Politik Ilmu Po.
'Kegagalan untuk Macron'
Koalisi sayap kiri baru NUPES di bawah pimpinan tokoh berusia 70 tahun Jean-Luc Melenchon memenangkan 124 kursi, menurut penghitungan suara yakni 97 persen.
Koalisi, yang dibentuk pada Mei setelah kiri terpecah untuk pemilihan presiden April, menyatukan Sosialis, kiri keras, Komunis dan hijau.
Melenchon menyebut hasil pada Minggu kemarin merupakan kegagalan pemilihan untuk Macron.
"Kekalahan partai presiden adalah total dan tidak akan ada mayoritasdi parlemen," katanya.
Partai Rally Nasional pimpinan sayap kanan Marine Le Pen, juga berada di jalur untuk meraih keuntungan besar setelah hanya memiliki delapan kursi di Majelis Nasional untuk keluar.
Le Pen memuji hasil bersejarah untuk partainya. Ia mengatakan akan mengirim sejauh ini jumlah anggota parlemen tertinggi ke Majelis Nasional berikutnya.
Macron berharap untuk mencap masa jabatan keduanya dengan program ambisius pemotongan pajak, reformasi kesejahteraan dan menaikkan usia pensiun. Semua itu sekarang dipertanyakan.
"Ini akan memperumit reformasi. Akan jauh lebih sulit untuk diatur," kata Dominique Rousseau, profesor hukum di Paris Pantheon-Sorbonne University.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News