London: Elizabeth Alexandra Mary Windsor tidak dilahirkan untuk memakai mahkota Kerajaan Inggris. Tapi takdir mengintervensi.
Perempuan yang menjadi Ratu Elizabeth II, menandai 70 tahun takhta pada Minggu 6 Februari 2022. Ini menjadi sebuah kekuasaan yang belum pernah terjadi sebelumnya yang telah menjadikannya simbol stabilitas saat Inggris menavigasi era ketidakpastian.
Dari hari-hari awalnya sebagai bangsawan muda yang glamor dengan tiara yang berkilauan hingga inkarnasinya yang lebih baru sebagai nenek bangsa, sang Ratu telah menyaksikan akhir dari Kerajaan Inggris, munculnya multikulturalisme, kebangkitan terorisme internasional, dan tantangan yang ditimbulkan oleh Brexit dan pandemi covid-19.
Dalam dunia yang terus berubah, dia selalu menjadi sosok yang konstan mewakili kepentingan Inggris di luar negeri, memuji keberhasilan negara dan bersimpati atas kegagalannya, dan selalu berada di atas hiruk pikuk politik.
Keteguhan itu seharusnya membuat Elizabeth mendapat julukan kerajaan seperti pendahulunya seperti William Sang Penakluk, Edward Sang Pengaku dan Alfred yang Agung, kata sejarawan kerajaan Hugo Vickers.
"Saya selalu berpikir dia harus disebut Elizabeth the Steadfast (tabah),” kata Vickers kepada The Associated Press, yang dikutip VOA America, Minggu 6 Februari 2022.
"Saya pikir itu cara yang sempurna untuk menggambarkannya. Dia tidak selalu berharap menjadi ratu, dan dia menjalankan tugas itu,” tegasnya.
Sebagai putri sulung dari Raja George V, Elizabeth yang saat ini berusia 95 tahun, diharapkan untuk menjalani kehidupan kerajaan kecil ketika dia lahir pada 21 April 1926. Anjing dan kuda, rumah pedesaan, pasangan yang cocok -,yang nyaman tapi hidupnya lancar,- tampak masa depannya.
Tapi semuanya berubah satu dekade kemudian ketika pamannya, Raja Edward VIII, turun tahta agar dia bisa menikahi janda Amerika Serikat, Wallis Simpson. Ayah Elizabeth menjadi Raja George VI, membuat putri muda sebagai pewaris, semakin terlihat jelas.
George VI -,yang perjuangannya untuk mengatasi kegagapan digambarkan dalam film The King's Speech tahun 2010,- membuat dirinya disayangi bangsa ketika ia menolak untuk meninggalkan London ketika bom jatuh selama bulan-bulan awal Perang Dunia II.
Perempuan yang menjadi Ratu Elizabeth II, menandai 70 tahun takhta pada Minggu 6 Februari 2022. Ini menjadi sebuah kekuasaan yang belum pernah terjadi sebelumnya yang telah menjadikannya simbol stabilitas saat Inggris menavigasi era ketidakpastian.
Dari hari-hari awalnya sebagai bangsawan muda yang glamor dengan tiara yang berkilauan hingga inkarnasinya yang lebih baru sebagai nenek bangsa, sang Ratu telah menyaksikan akhir dari Kerajaan Inggris, munculnya multikulturalisme, kebangkitan terorisme internasional, dan tantangan yang ditimbulkan oleh Brexit dan pandemi covid-19.
Dalam dunia yang terus berubah, dia selalu menjadi sosok yang konstan mewakili kepentingan Inggris di luar negeri, memuji keberhasilan negara dan bersimpati atas kegagalannya, dan selalu berada di atas hiruk pikuk politik.
Keteguhan itu seharusnya membuat Elizabeth mendapat julukan kerajaan seperti pendahulunya seperti William Sang Penakluk, Edward Sang Pengaku dan Alfred yang Agung, kata sejarawan kerajaan Hugo Vickers.
"Saya selalu berpikir dia harus disebut Elizabeth the Steadfast (tabah),” kata Vickers kepada The Associated Press, yang dikutip VOA America, Minggu 6 Februari 2022.
"Saya pikir itu cara yang sempurna untuk menggambarkannya. Dia tidak selalu berharap menjadi ratu, dan dia menjalankan tugas itu,” tegasnya.
Sebagai putri sulung dari Raja George V, Elizabeth yang saat ini berusia 95 tahun, diharapkan untuk menjalani kehidupan kerajaan kecil ketika dia lahir pada 21 April 1926. Anjing dan kuda, rumah pedesaan, pasangan yang cocok -,yang nyaman tapi hidupnya lancar,- tampak masa depannya.
Tapi semuanya berubah satu dekade kemudian ketika pamannya, Raja Edward VIII, turun tahta agar dia bisa menikahi janda Amerika Serikat, Wallis Simpson. Ayah Elizabeth menjadi Raja George VI, membuat putri muda sebagai pewaris, semakin terlihat jelas.
George VI -,yang perjuangannya untuk mengatasi kegagapan digambarkan dalam film The King's Speech tahun 2010,- membuat dirinya disayangi bangsa ketika ia menolak untuk meninggalkan London ketika bom jatuh selama bulan-bulan awal Perang Dunia II.