"Kami harus menyampaikan bahwa Israel memiliki waktu satu tahun untuk keluar dari wilayah Palestina yang didudukinya di tahun 1967, termasuk Yerusalem Timur," ungkap Abbas, dilansir dari laman Al Jazeera, Sabtu, 25 September 2021.
"Jika hal itu tidak dipenuhi, mengapa kami harus tetap mengakui Israel berdasarkan perbatasan 1967?" sambungnya, dalam pidato virtual di Sidang ke-76 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Abbas juga menyerukan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres untuk "menggelar sebuah konferensi perdamaian internasional" terkait isu Palestina-Israel. Ia juga mengungkapkan kesediaannya untuk "bekerja sepanjang tahun" dalam upaya menyelesaikan status final dari negara Israel dan Palestina "sesuai resolusi-resolusi PBB."
Berbicara seputar wilayah Israel yang kian meluas dalam beberapa dekade terakhir, Abbas menuduh Tel Aviv memberlakukan politik "apartheid" dan "pembersihan etnis." Biasanya, Abbas tidak pernah menggunakan dua kata tersebut dalam upaya memuluskan negosiasi Solusi Dua Negara (Two-State Solution).
"Kami siap menempuh jalur Pengadilan Hukum Internasional dalam isu legalitas pendudukan lahan Palestina," tutur Abbas.
Sementara itu, Israel mencemooh ultimatum Abbas. Gilad Erdan, Duta Besar Israel untuk PBB, mengatakan bahwa "mereka yang benar-benar mendukung perdamaian dan negosiasi seharusnya tidak mengancam dengan ultimatum melalui PBB."
Erdan mengatakan, pidato Abbas di Sidang Majelis Umum PBB "sekali lagi membuktikan bahwa dirinya sudah tidak lagi relevan."
Proses perdamaian Palestina-Israel untuk mencapai Solusi Dua Negara tersendat selama bertahun-tahun. Palestina mengatakan, proposal perdamaian dari Israel tidak akan memberikan mereka status kenegaraan penuh atau menyelesaikan isu-isu utama lainnya, termasuk nasib pengungsi dan status Yerusalem.
Baca: PM Israel: Pembentukan Negara Palestina Sebuah Kesalahan Mengerikan
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News