New York: Utusan Khusus PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener mengatakan sebanyak 38 orang tewas akibat kekerasan polisi kepada pedemo di Myanmar pada Rabu lalu. Karena laporan ini, DK PBB berencana untuk membahas situasi di Myanmar pada Jumat, 5 Maret 2021 mendatang.
Baca: Myanmar Sesumbar Siap Hadapi Sanksi dan Isolasi.
Dewan Keamanan PBB yang beranggotakan 15 orang telah menyuarakan keprihatinan atas keadaan darurat tersebut, tetapi tidak mengutuk kudeta tersebut bulan lalu karena ditentang oleh Rusia dan Tiongkok. Kedua negara ini memandang kudeta militer sebagai urusan dalam negeri Myanmar.
"Saya berharap mereka menyadari bahwa ini bukan hanya urusan internal, itu mengenai stabilitas kawasan," kata Burgener merujuk pada Tiongkok dan Rusia dilansir dari Nikkei Asia, Kamis, 4 Maret 2021.
Burgener mengatakan, dia memperingatkan wakil kepala militer Myanmar Soe Win bahwa militer kemungkinan besar akan menghadapi tindakan keras dari beberapa negara dan isolasi sebagai pembalasan atas kudeta tersebut.
Namun, Soe Win menyebutkan mereka sudah terbiasa dengan sanksi dan berhasil selamat. "Kita harus belajar berjalan hanya dengan sedikit teman," kata Soe Win yang disampaikan kembali oleh Burgener.
Ia menambahkan, Soe Win memberitahunya jika setelah satu tahun mereka ingin mengadakan pemilihan lagi. Burgener menuturkan jika dia dan Soe Win terakhir berbicara pada 15 Februari, saat ini dia berkomunikasi dengan militer secara tertulis.
"Jelas, menurut saya, taktiknya sekarang adalah menyelidiki orang-orang NLD untuk memenjarakan mereka," katanya. NLD merupakan Liga Nasional untuk Demokrasi, partai yang dipimpin pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi.
"Pada akhirnya NLD akan dilarang dan kemudian mereka mengadakan pemilihan baru, di mana mereka ingin menang, dan kemudian mereka dapat terus berkuasa," terang Burgener.
Ia yakin militer sangat terkejut dengan protes terhadap kudeta tersebut. "Saat ini kami memiliki anak muda yang hidup dalam kebebasan selama 10 tahun, mereka memiliki media sosial, dan mereka terorganisir dengan baik dan sangat bertekad," katanya.
"Mereka tidak ingin kembali dalam kediktatoran dan isolasi," pungkas Burgener.
Baca: Myanmar Sesumbar Siap Hadapi Sanksi dan Isolasi.
Dewan Keamanan PBB yang beranggotakan 15 orang telah menyuarakan keprihatinan atas keadaan darurat tersebut, tetapi tidak mengutuk kudeta tersebut bulan lalu karena ditentang oleh Rusia dan Tiongkok. Kedua negara ini memandang kudeta militer sebagai urusan dalam negeri Myanmar.
"Saya berharap mereka menyadari bahwa ini bukan hanya urusan internal, itu mengenai stabilitas kawasan," kata Burgener merujuk pada Tiongkok dan Rusia dilansir dari Nikkei Asia, Kamis, 4 Maret 2021.
Burgener mengatakan, dia memperingatkan wakil kepala militer Myanmar Soe Win bahwa militer kemungkinan besar akan menghadapi tindakan keras dari beberapa negara dan isolasi sebagai pembalasan atas kudeta tersebut.
Namun, Soe Win menyebutkan mereka sudah terbiasa dengan sanksi dan berhasil selamat. "Kita harus belajar berjalan hanya dengan sedikit teman," kata Soe Win yang disampaikan kembali oleh Burgener.
Ia menambahkan, Soe Win memberitahunya jika setelah satu tahun mereka ingin mengadakan pemilihan lagi. Burgener menuturkan jika dia dan Soe Win terakhir berbicara pada 15 Februari, saat ini dia berkomunikasi dengan militer secara tertulis.
"Jelas, menurut saya, taktiknya sekarang adalah menyelidiki orang-orang NLD untuk memenjarakan mereka," katanya. NLD merupakan Liga Nasional untuk Demokrasi, partai yang dipimpin pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi.
"Pada akhirnya NLD akan dilarang dan kemudian mereka mengadakan pemilihan baru, di mana mereka ingin menang, dan kemudian mereka dapat terus berkuasa," terang Burgener.
Ia yakin militer sangat terkejut dengan protes terhadap kudeta tersebut. "Saat ini kami memiliki anak muda yang hidup dalam kebebasan selama 10 tahun, mereka memiliki media sosial, dan mereka terorganisir dengan baik dan sangat bertekad," katanya.
"Mereka tidak ingin kembali dalam kediktatoran dan isolasi," pungkas Burgener.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News