Wakil Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araqchi mengatakan Iran sebenarnya masih ingin menyelamatkan JCPOA, namun negara-negara Eropa dinilai gagal dalam memenuhi komitmennya terhadap Teheran.
JCPOA berada dalam masalah sejak Amerika Serikat menarik diri dari perjanjian tersebut tahun lalu. Setelah menarik diri, AS menjatuhkan rangkaian sanksi ekonomi terhadap Iran.
Sebelumnya, Iran telah menetapkan batas waktu hingga Minggu 7 Juli 2019 kepada negara-negara Eropa dan penandatangan JCPOA untuk melindungi Teheran dari dampak sanksi AS. Jika tenggat waktu terlewati dan tidak ada solusi, Iran mengancam menambah persediaan uranium.
Baca: Prancis dan Iran Berusaha Selamatkan Perjanjian Nuklir 2015
Dalam konferensi pers di akhir tenggat waktu, dilansir dari laman BBC, Araqchi mengatakan Iran akan memperkaya pasokan uranium di atas konsentrasi 3,67 persen dalam hitungan jam. Otoritas Iran sebelum mengatakan bahwa peningkatan akan berkisar di angka 5 persen.
Pembangkit listrik tenaga nuklir Iran di Bushehr hanya membutuhkan uranium sebagai energi di sekitar level 5 persen. Sementara uranium yang dapat digunakan sebagai senjata nuklir konsentrasinya 90 persen atau lebih.
Mei lalu, Iran mengumumkan akan meningkatkan produksi uranium yang diperkaya. Teheran telah memasok uranium diperkaya dari yang dibolehkan di bawah perjanjian JCPOA.
Pada awal Juli, Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) memastikan bahwa persediaan uranium Iran saat ini telah melampaui batas. Presiden AS Donald Trump pernah berkata bahwa Iran "sedang bermain api" terkait pelanggaran batas persediaan uranium.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News