Pernyataan tersebut disampaikan usai Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengisyaratkan bahwa program misil Teheran dapat didiskusikan jika sanksi ekonomi terhadap negaranya dicabut.
AS secara sepihak menarik diri dari perjanjian nuklir 2015 tahun lalu, dan kembali menjatuhkan rangkaian sanksi ekonomi terhadap Iran.
Merespons tindakan AS, Iran belum lama ini mengumumkan akan menambah pengayaan uranium yang sebelumnya diatur di bawah perjanjian Joint Comprehensive Plan of Action atau JCPOA. Uranium dapat dijadikan bahan bakar di pembangkit tenaga listrik, namun juga bisa dipakai untuk membuat bom nuklir.
Teheran membantah berusaha mengembangkan senjata nuklir. Zarif pun menegaskan jika Iran memang berniat ke arah sana, maka bom nuklir sudah dimilik negaranya sejak dahulu kala.
Dalam sebuah wawancara dengan NBC News pada Senin kemarin, Zarif mengatakan bahwa "ruang negosiasi terbuka lebar" jika AS mencabut rangkaian sanksi ekonomi.
Saat ditanya apakah negosiasi juga melibatkan masalah misil -- yang tidak diatur dalam JCPOA -- Zarif mengatakan jika AS ingin membicarakannya, maka "mereka perlu terlebih dahulu menjual berbagai senjata, termasuk rudal, ke kawasan kami."
Baca: Ikuti Ucapan Trump, Iran Sebut AS 'Bermain dengan Api'
Namun Miryousevi menegaskan Iran "menolak" adanya upaya melakukan "karakterisasi" terhadap wawancara Zarif dengan NBC News. Ia menilai beragam pernyataan Zarif telah 'dipelintir' media.
"Menarik kesimpulan keliru demi membuat tajuk berita," tulis Miryousevi di Twitter, disitat dari BBC, Rabu 17 Juli 2019.
Sementara itu dalam sebuah rapat kabinet, Menlu AS Mike Pompeo mengatakan Iran untuk "kali pertama" memperlihatkan kesediaannya untuk mendiskusikan persenjataan. Sebelumnya Iran sama sekali menolak membicarakan isu tersebut.
Presiden Donald Trump mengklaim AS telah "membuat banyak kemajuan" dengan Iran. Ia juga menegaskan Negeri Paman Sam "tidak berusaha mengganti rezim" di Iran.
Calon Menteri Pertahanan baru AS, Mark Esper, mengatakan kepada Senat bahwa Washington tidak berusaha berperang dengan Iran. Ia merasa saat ini AS perlu "kembali ke jalur diplomatik."
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News