Wabah terbaru Ebola di RD Kongo dimulai pada Agustus tahun lalu. Itu merupakan wabah kedua Ebola paling mematikan dalam sejarah negara tersebut.
Wakil Direktur Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Dr Michael Ryan mengatakan rasa saling tidak percaya dan gelombang kekerasan telah menghambat upaya pemberantasan penyakit tersebut, terutama di RD Kongo wilayah timur.
WHO mencatat ada 119 serangan terhadap staf medis dan pusat pemberantasan Ebola di RD Kongo sejak Januari lalu. "Para staf WHO terus mengantisipasi berlanjutnya penularan (virus Ebola)," tambah Ryan, dalam keterangan pers di Jenewa, dilansir dari laman BBC, Sabtu 4 Mei 2019.
Ryan menyebut petugas kesehatan di RD Kongo memiliki banyak vaksin Ebola. Sejauh ini sudah lebih dari 100 ribu warga RD Kongo yang diberikan vaksin Ebola.
Namun gelombang aksi kekerasan di wilayah timur terus melanda, dan sejumlah warga juga cenderung tidak memercayai dokter yang datang untuk memberikan vaksin Ebola. Dua faktor tersebut merupakan penghambat penghapusan wabah Ebola di RD Kongo.
"Kami masih menghadapi beberapa masalah, termasuk penerimaan dan kepercayaan dari masyarakat setempat," tutur Ryan.
RD Kongo juga dilanda wabah campak yang telah menewaskan lebih dari 1.000 orang dari sekitar 50 ribu kasus terkonfirmasi. WHO telah mengonfirmasi adanya campak di 14 dari 26 provinsi RD Kongo, baik di wilayah urban maupun pedesaan.
Baca: Fasilitas Ebola di RD Kongo Diserang, Satu Polisi Tewas
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News