Eks presiden AS Donald Trump. (AFP)
Eks presiden AS Donald Trump. (AFP)

Donald Trump 'Perdagangkan' Negara Israel Demi Ambisi Pilpres 2024

M Rodhi Aulia • 25 September 2024 11:41
Jakarta: Mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali menarik perhatian dalam perhelatan pemilihan presiden 2024 dengan retorikanya yang kontroversial. 
 
Dalam salah satu debat capres, Trump melontarkan pernyataan mengejutkan bahwa Israel akan lenyap jika Kamala Harris menjadi Presiden AS. Klaim ini langsung memicu perdebatan panas, menimbulkan kesan bahwa Trump ‘memperdagangkan’ isu Israel untuk mendukung ambisi politiknya di Pilpres 2024.
 
Trump, yang dikenal dengan gaya komunikasi blak-blakan dan kerap tanpa bukti kuat, menuduh bahwa Harris tidak mendukung Israel. 

Baca juga: Sidang Umum PBB, Genosida Gaza Jadi Perhatian Utama
 
"Dia (Harris-red) membenci Israel... Jika dia jadi presiden, saya meyakini Israel tidak akan ada dalam dua tahun dari sekarang," ujar Trump dalam debat yang berlangsung di Philadelphia pada 10 September 2024, yang dilansir dari AFP, Rabu 11 September 2024. 
 
Meskipun tidak memberikan bukti jelas, pernyataan ini memposisikan Trump seolah menjadi satu-satunya kandidat yang dapat menjamin keberlanjutan Israel, sebuah retorika yang tampaknya dipakai untuk mendapatkan dukungan dari komunitas Yahudi dan pro-Israel di Amerika.
 
Dalam Pilpres AS 2024, Kamala Harris merupakan rival tunggal Trump. Hari pemilihan Pilpres AS akan digelar pada Selasa 5 November 2024 dan pemenang akan dilantik pada 20 Januari 2025.

Mengapa Terlihat Seperti ‘Perdagangan’ Politik?

Kesan bahwa Trump ‘memperdagangkan’ Israel dalam konteks politiknya muncul karena ia menggunakan isu negara tersebut sebagai alat untuk menggalang dukungan, terutama dari kalangan konservatif, kelompok pro-Israel, dan Yahudi Amerika. 
 
Dengan melontarkan pernyataan seperti "Israel akan lenyap", Trump memposisikan dirinya sebagai satu-satunya kandidat yang dapat melindungi negara itu dari ancaman yang ia klaim akan muncul jika Harris berkuasa. 
 
Ini merupakan strategi yang sangat mirip dengan pendekatan yang digunakannya pada Pilpres 2016 dan 2020, di mana ia sering menggunakan isu-isu kontroversial untuk memobilisasi basis pemilih.
 
Trump telah lama menggunakan isu Israel sebagai kartu politik untuk memenangkan hati pemilih pro-Israel, terutama di komunitas Yahudi dan kelompok konservatif Kristen di Amerika. 
 
Ketika menjadi presiden, Trump memindahkan kedutaan besar AS ke Yerusalem, sebuah langkah kontroversial yang memicu ketegangan di kawasan tetapi mendapat pujian dari basis pemilih pro-Israel di AS. Dengan strategi yang sama, Trump kini kembali mencoba memanfaatkan isu Israel untuk meningkatkan elektabilitasnya di Pilpres 2024.
 
Trump juga berusaha memperkuat narasi bahwa hanya dirinya yang mampu mencegah kehancuran Israel di tangan lawan politiknya, terutama Kamala Harris. 
 
Dengan mengekspresikan ketakutan bahwa Israel akan lenyap, Trump mencoba menggambarkan Harris sebagai ancaman bagi stabilitas Israel, meskipun tidak ada bukti atau kebijakan nyata yang mendukung klaim tersebut.
 
Tindakan Trump ini juga dianggap oleh sebagian pengamat sebagai bentuk manipulasi geopolitik untuk keuntungan pribadi. Tanpa menyertakan bukti atau fakta konkret yang mendukung pernyataannya, Trump memanfaatkan sentimen emosional terhadap Israel untuk memperkuat posisinya di Pilpres 2024. 
 
Israel, sebagai salah satu sekutu terdekat AS di Timur Tengah, menjadi komoditas dalam wacana politiknya, yang berpotensi merugikan stabilitas hubungan AS-Israel di masa depan.

Versi Kamala Harris

Di sisi lain, Wakil Presiden AS Kamala Harris mengatakan hal berbeda. Setidaknya dari pernyataan perdana sebagai Calon Presiden dari Partai Demokrat terkait kebijakan pemerintahannya bersama Presiden Joe Biden, terkhusus kebijakan konflik Israel-Palestina.
 
"Saya tegaskan. Saya tegas dalam hak Israel untuk membela diri. Dan itu tidak akan berubah, tetapi mari kita mundur selangkah," tegas Harris dalam sebuah wawancara CNN yang dimuat haaretz, Jumat 30 Agustus 2024.
 
Ia juga menekankan bahwa ia tetap berkomitmen terhadap Israel, terutama dalam mencari solusi untuk mengakhiri konflik di Gaza. Harris mengingatkan bahwa perang yang sedang berlangsung harus segera dihentikan dan menegaskan pentingnya mencapai gencatan senjata serta pembebasan sandera.
 
"Sejak 8 Oktober lalu, saya tetap berkomitmen pada apa yang harus kita lakukan untuk mencapai solusi dua negara, di mana Israel aman dan Palestina juga memiliki keamanan, hak menentukan nasib sendiri, dan martabat," tegas Kamala.

Situasi Terkini di Gaza

Pada saat bersamaan, konflik di Gaza terus berlanjut, dengan dampak besar bagi warga Palestina dan Israel. Lebih dari 130 pemimpin dunia akan berkumpul di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) minggu depan, di tengah meningkatnya kekhawatiran genosida di Gaza yang berpotensi meluas. Selain itu, krisis iklim dan kemanusiaan yang memburuk menambah tekanan pada upaya internasional untuk menemukan solusi perdamaian.
 
Meskipun perang antara Israel dan Hamas di Gaza mendominasi perhatian, para diplomat dan analis skeptis akan ada terobosan besar dalam mencapai perdamaian.
 
"Perang di Gaza, Ukraina, dan Sudan akan menjadi fokus utama Sidang Umum. Namun, tidak mungkin kita akan melihat solusi signifikan untuk salah satu dari mereka," kata Direktur PBB di International Crisis Group, Richard Gowan, seperti dikutip Anadolu, Jumat 20 September 2024. 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DHI)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan