Ratusan pengunjuk rasa beramai-ramai memadati jalanan Teheran dan kota-kota lainnya dalam unjuk rasa hari ke empat, Minggu 31 Desember 2017. Untuk mencegah bertambahnya jumlah pedemo, pemerintah Iran memutus akses internet dan media sosial.
Rouhani akhir buka suara setelah gelombang protes semakin meluas. Ini merupakan unjuk rasa terbesar di Iran sejak 2009.
Awalnya aksi protes hanya menentang dugaan korupsi di pemerintahan dan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok. Namun kecaman meningkat tajam menjadi penentangan secara menyeluruh terhadap rezim.
"Masyarakat bebas untuk mengekspresikan kritik mereka, atau bahkan protes," kata Rouhani dalam sebuah rapat kabinet, seperti dilaporkan kantor berita nasional Iran.
"Namun kritik itu berbeda dari kekerasan atau menghancurkan properti publik," lanjut dia.
Sang presiden berusaha mengungkapkan pernyataan mendamaikan, dengan berkata bahwa "jajaran pemerintah juga seharusnya menyediakan ruang bagi kritik dan protes yang resmi."
Kecaman Trump
Sementara itu Presiden AS Donald Trump menilai "protes besar" di Iran menunjukkan "orang-orang sudah semakin bijak saat mengetahui uang mereka dicuri dan digunakan untuk mendanai terorisme."
"Sepertinya mereka semua tidak mau hal itu terus berlanjut," tulisnya di Twitter, merujuk pada tuduhan AS bahwa Iran mendukung sejumlah grup teroris.
Dalam tulisan lainnya di Twitter, Trump menuding Iran telah melakukan "sejumlah pelanggaran hak asasi manusia." Ia juga mengecam langkah Iran yang memutus akses internet warga.
"Kini internet juga dimatikan, sehingga pengunjuk rasa damai tidak dapat berkomunikasi. Itu tidak bagus!" tulisnya.
Merespons Trump, Rouhani mengatakan, "orang ini, yang terlihat ingin bersimpati kepada masyarakat kita, beberapa bulan lalu menyebut Iran sebagai negara teroris."
"Orang ini, yang segenap jiwa raganya menentang Iran, tidak berhak merasa kasihan kepada masyarakat kita," tegasnya.
Baca: Trump Sebut Rezim Opresif Iran Tidak akan Bertahan Lama
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News