Dewan menteri Ethiopia mendeklarasikan status darurat sejak Jumat 16 Februari, meski awalnya tidak disebutkan hingga kapan itu akan berlangsung. Status dideklarasikan usai Perdana Menteri Hailemaeriam Desalegn mengundurkan diri.
Menteri Pertahanan Ethiopia Siraj Fegessa mengatatakan dalam sebuah konferensi pers, bahwa "status darurat akan diserahkan ke Dewan Perwakilan Rakyat dan diloloskan dalam kurun waktu 15 hari."
Seperti dilansir AFP, pengesahan oleh DPR Ethiopia hampir dapat dipastikan, mengingat partai berkuasa EPRDF dan para mitra koalisinya menguasai semua kursi legislatif.
Pemerintah Ethiopia menyebut "kekerasan etnis" serta "kekacauan dan kerusuhan" sebagai alasan utama pendeklarasian status darurat.
Status darurat terakhir kali diberlakukan di Ethiopia pada Oktober 2016, setelah gelombang unjuk rasa terjadi di Oromia selama berbulan-bulan.
Sebuah dekrit berhasil menanggulangi gelombang protes tersebut, yang telah menewaskan ratusan orang dan membuat puluhan ribu lainnya ditahan. Meski begitu, sentimen anti-pemerintah masih tetap kuat di Oromia.
Sepanjang pekan ini, sejumlah toko di Oromia ditutup dan sekelompok pemuda bersenjatakan batu dan tongkat memblokade beberapa titik di Oromia. Unjuk rasa digelar untuk mendorong pemerintah membebaskan lebih banyak tokoh oposisi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News