medcom.id, Jakarta: Badan-badan internasional menyuarakan pendapatnya mengenai putusan hukum yang ditetapkan kepada Basuki Tjahaja Purnama. Kementerian Luar Negeri RI mengeluarkan komentar terkait pendapat dari badan internasional.
"Saya tidak melihat tekanan ya kalau kita liat Uni Eropa (UE) mereka menghormati yang saat ini berlangsung dan mendorong kita menjaga keharmonisan toleransi di Indonesia," ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Arrmanatha Nasir, di Kemenlu RI, Jakarta, Rabu 10 Mei 2017.
Menurut Arrmanatha, badan-badan internasional yang mengeluarkan pendapatnya, mencatat langkah hukum dan tidak minta adanya intervensi hukum.
Uni Eropa dalam pernyataannya menyebutkan selalu memuji kepemimpinan Indonesia sebagai negara dengan mayoritas Muslim terbesar di dunia. Sebagai demokrasi yang kuat dan negara yang bangga atas tradisi toleransi dan pluralisme yang dimilikinya.
Serikat negara-negara Eropa itu turut mengingatkan Indonesia dan Uni Eropa telah sepakat mempromosikan dan melindungi hak-hak yang tercantum dalam Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia dan Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik. Antara lain seperti kebebasan untuk berpikir, hati nurani dan beragama, serta berekspresi.
Selain itu UE juga menegaskan bahwa kebebasan tersebut adalah hak yang terkait dan melengkapi, serta melindungi semua orang tanpa kecuali. Termasuk melindungi hak menyampaikan pendapat mengenai agama dan kepercayaan apapun sesuai HAM internasional.
"Kita juga pada saat yang sama harus menghormati langkah-langkah hukum selanjutnya yang akan diambil oleh pak Basuki termasuk banding yang diajukan olehnya. Kita harus hormati hukum yang berlaku di Indonesia, kita juga sebagai pemerintah tak bisa lakukan intervensi proses hukum, di negara demokrasi mana pun pemerintah tak bisa intervensi terhadap proses hukum," imbuh Arrmanatha.
Setelah Uni Eropa, Duta Besar Inggris untuk Indonesia, dan Badan HAM PBB mengeluarkan pernyataan terkait kasus penistaan agama tersebut, Parlemen HAM ASEAN (APHR) juga berkomentar atas vonis 2 tahun yang dijatuhkan kepada Ahok.
Anggota Parlemen Malaysia dan Ketua Parlemen ASEAN untuk Hak Asasi Manusia (APHR) menilai putusan tersebut sangat membingungkan tidak hanya bagi Indonesia, tapi juga bagi seluruh kawasan ASEAN. Indonesia dianggap sebagai pemimpin regional dalam hal demokrasi dan keterbukaan. Keputusan ini menempatkan posisi tersebut dalam bahaya dan menimbulkan kekhawatiran tentang masa depan Indonesia sebagai masyarakat yang terbuka, toleran, dan beragam.
APHR menyatakan bahwa Ahok telah menjadi korban meningkatnya ekstremisme dan politik yang menggunakan identitas agama. Putusan pengadilan ini memiliki dampak di luar asas keadilan bagi satu individu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News