medcom.id, Jakarta: Ketua Foreign Policy of Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal menuturkan politik luar negeri Indonesia harus bebas, aktif dan kreatif. Menurutnya, negara lain sempat meremehkan politik luar negeri Indonesia kala Joko Widodo menjabat sebagai presiden.
"Tahun pertama pemerintahan Jokowi, ada pandangan Indonesia lebih fokus pada dalam negeri. Karenanya, Indonesia harus memiliki politik luar negeri yang bebas, aktif dan kreatif," ujar Dino saat ditemui di Bengkel Diplomasi, Jakarta, Rabu 18 Oktober 2017.
Menurut dia, bebas aktif memang akan selalu relevan, dan ini memudahkan manuver Indonesia melancarkan politik luar negerinya. Sebagai negara middle power, Indonesia dapat bergerak bebas mendekati negara dengan kekuatan besar maupun kecil.
"Selalu saya katakan, bebas aktif tidak cukup, harus ditambah kreatif. Dan kreatif lebih ke kontennya, leadership (kepemimpinan). Indonesia bisa menjadi pemain dengan nilai tambah di mata internasional jika melakukan itu dengan baik," imbuhnya.
Karenanya, untuk semakin menambah kreatifitas di politik luar negeri, FPCI membuka kesempatan bagi pemerintah dan stakeholder untuk bertukar pikiran bagaimana menjalankan politik luar negeri. Kesempatan itu diberikan dalam Konferensi Politik Luar Negeri Indonesia (CIFP) 2017.
Kegiatan ini akan dihelat pada 21 Oktober mendatang dan dihadiri banyak pembicara yang berkaitan langsung dengan politik luar negeri Indonesia. Dino menyebutkan, peserta acara akan mencapai 6.500 orang.
Sementara itu, pembicara berasal dari berbagai kalangan, seperti diplomat, korps diplomatik berbagai negara di Indonesia, kepala daerah, pasukan penjaga perdamaian, hingga aktivis yang aktif menggaungkan politik luar negeri Indonesia lewat prestasinya.
CIFP 2017 memasuki tahun ketiganya. Konferensi ini mendapat anugeraah dari Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai Konferensi terbesar di dunia yang membahas Kebijakan Luar Negeri Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News