Pengakuan disampaikan Duterte dalam sebuah pidato, Senin 12 Desember malam, terkait kampanye memberantas kejahatan narkotika. Operasi pemberantasan yang melibatkan polisi dan para pembunuh misterius itu sejauh ini telah menewaskan sekitar 5.000 orang, sejak Duterte menjadi presiden pada 30 Juni.
Baca: Sepanjang 7 Minggu, 1.800 Pengedar Narkoba Tewas di Filipina
"Di Davao, saya sudah melakukannya sendiri. Hanya untuk menunjukkan kepada orang-orang (petugas polisi) bahwa jika saya bisa melakukannya, mengapa Anda tidak bisa," katanya seperti dikutip AFP, menceritakan masa dua dekade sebagai walikota di daerah selatan dengan populasi 1,5 juta jiwa.
"Dan saya pergi keliling di Davao bersepeda motor, dengan kawalan para pengendara motor besar di sekitar saya, hanya untuk berpatroli di jalan-jalan, sambil mencari masalah juga. Saya benar-benar mencari konfrontasi, sehingga punya alasan untuk membunuh," tambahnya seperti dilansir Guardian, Rabu (14/12/2016).
Mantan wali kota ini dijuluki "Duterte Harry", mengacu tokoh fiksi "Dirty Harry" inspektur polisi kejam yang dimainkan Clint Eastwood, untuk dukungannya kepada grup pembawa maut yang main hakim sendiri, yang telah menewaskan ratusan tersangka kriminal.
Duterte sebelumnya membantah dan tidak mengakui keterlibatannya dalam regu mematikan di Davao.

Polisi Filipina menyebarkan pamflet peringatan dalam operasi narkoba. (Foto: AFP)
Kecaman Internasional
Sejak mengusung kampanye berdarah anti-kejahatan ke tingkat nasional, Duterte telah dikritik Amerika Serikat (AS) dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Duterte memiliki hubungan yang lebih baik dengan presiden terpilih Donald Trump, yang katanya telah memuji pemberantasan narkoba via sambungan telepon bulan ini. Tapi soal itu tidak dikonfirmasi tim Trump.
Sebagai presiden, Duterte secara terbuka mendorong warga sipil untuk membunuh pecandu narkoba dan mengatakan ia tidak akan menuntut polisi atas eksekusi di luar hukum. Tapi ia juga mengatakan bahwa dirinya dan pasukan keamanannya tidak akan melanggar hukum.
Pada Oktober, Duterte membandingkan dirinya dengan Adolf Hitler seraya mengatakan akan "senang membantai" tiga juta pecandu narkoba. Dia kemudian minta maaf mengenai referensi Hitler tersebut, namun "menegaskan" tentang keinginan untuk membunuh para pecandu.
Sejak Duterte terpilih, polisi dilaporkan telah membunuh 2.086 orang dalam operasi anti-narkoba. Lebih dari 3.000 orang sudah tewas dalam keadaan yang tidak dapat dijelaskan, menurut angka resmi.
Baca: Duterte Tak Peduli Diancam Dibawa ke Pengadilan Internastional
Di Luar Jalur Hukum
Sering kali kawanan penyerang bertopeng masuk ke rumah-rumah dan membunuh orang-orang yang telah ditandai sebagai pengedar narkoba atau pengguna narkoba. Kelompok HAM sudah memperingatkan tentang sebuah gangguan dalam aturan hukum di Filipina lantaran polisi dan para pembunuh sewaan beroperasi dengan impunitas.
Sebuah laporan Guardian pada Oktober mengutip pejabat senior di kepolisian yang mengaku memimpin salah satu dari 10 tim operasi khusus, masing-masing dengan 16 anggota, yang bertugas membunuh terduga pengguna narkoba, pengedar, dan penjahat.
Petugas mengklaim beberapa regu pemukul terdiri dari polisi aktif. Pembunuhan dibuat seolah-olah seperti perbuatan main hakim oleh "massa" dan sengaja mengaburkan keterlibatan polisi.
Laporan itu kemudian dibantah kepala polisi. Duterte menegaskan polisi membunuh hanya demi membela diri. Tapi ia juga mengatakan, tidak akan mengizinkan polisi masuk penjara jika mereka ditemukan bersalah atas pembunuhan dalam perang melawan kejahatan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News