"ASEAN dan Tiongkok telah menyelesaikan first reading dari CoC di Penang, Malaysia," kata Jose dalam jumpa pers di kantor Kemenlu, Jakarta, Jumat, 26 Juli 2019.
"Ini progres bagus ke depan. Mudah-mudahan kalau sudah selesai bisa sangat membantu mengatasi situasi tata perilaku di kawasan Laut China Selatan," imbuh Jose.
Tiongkok dan ASEAN, yang mencakup empat pengklaim wilayah yang disengketakan itu, telah mengadakan pembicaraan secara sporadis selama bertahun-tahun untuk menyusun suatu 'pedoman perilaku'. Yaitu seperangkat norma dan peraturan regional yang dimaksudkan untuk mencegah perang di perairan yang disengketakan.
Pedoman tersebut berawal dari Declaration on the Conduct (DoC) atau deklarasi bertindak di Laut China Selatan, yang selama sekitar 10 tahun dirundingkan. Kemudian pembahasan dilanjutkan dengan CoC tersebut pada 2017.
Baca: Malaysia Ingin ASEAN Kompak Soal Laut China Selatan
Di dalam dokumen DoC tidak dikenal adanya sanksi atau penalti atas pelanggaran isi dokumen. Bahkan tidak dikenal adanya mekanisme untuk menjatuhkan sanksi retoris atau pun reputasi atas pihak-pihak yang tidak mematuhi isi dokumen DoC. Meski demikian, pembahasan CoC ini masih terus berlanjut.
Menteri Luar Negeri Tiongkok, Wang Yi, pada pertemuan tingkat ASEAN tingkat menteri (AMM), mengatakan, rancangan awal mengenai usulan perjanjian dengan Asia Tenggara ini bertujuan mencegah pertempuran di Laut China Selatan. Dia menuturkan CoC sebagai 'terobosan' dalam pembicaraan yang dapat mencapai kemajuan lebih jauh tanpa campur tangan pihak luar.
Laut China Selatan diklaim oleh beberapa negara ASEAN dengan Tiongkok. Beijing menaruh sembilan garis yang menyebutkan wilayah itu milik mereka.
Sayangnya, empat negara ASEAN, yakni Malaysia, Filipina, Brunei Darussalam, dan Vietnam juga mengklaim wilayah di tempat tersebut. Pasalnya, perairan ini menghasilkan lebih dari 30 persen perdagangan maritim minyak mentah dunia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News