Menteri Luar Negeri Retno Marsudi memimpin sidang pleno membahas perbaikan tata kelola imigran. (Foto: Dok. Kemenlu RI).
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi memimpin sidang pleno membahas perbaikan tata kelola imigran. (Foto: Dok. Kemenlu RI).

Menlu: Mekanisme Perlindungan Pekerja Migran Harus Dibangun

Fajar Nugraha • 11 Desember 2018 02:07
Marrakesh: Terpilihnya Indonesia memimpin konferensi keimigrasian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), merupakan pengakuan dunia terhadap kepemimpinan Indonesia dalam mendorong perbaikan tata kelola migrasi global. Satu hal yang menjadi perhatian khusus adalah perlindungan pekerja migran.
 
Baca juga: Indonesia Pimpin Konferensi Keimigrasian PBB.
 
Indonesia terpilih menjadi salah satu Wakil Presiden dari kawasan Asia Pasifik pada konferensi tingkat tinggi (KTT) Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk mengesahkan Persetujuan Global Migrasi, yang diadakan pada 10-11 Desember 2018, di Marrakesh, Maroko. Diplomasi Indonesia kembali berkontribusi untuk menjadi bagian dari solusi tantangan global.

Terpilihnya Indonesia memimpin konferensi keimigrasian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), merupakan pengakuan dunia terhadap kepemimpinan Indonesia dalam mendorong perbaikan tata kelola migrasi global, khususnya perlindungan pekerja migran.
 
Dalam pidatonya sebagai Ketua Delegasi Indonesia, Menlu Retno menyampaikan bahwa dunia sangat membutuhkan kerangka kerja sama global untuk mengatasi tantangan migrasi internasional yang kian kompleks.
 
“Tidak ada satu negara yang dapat mengatasi tantangan global migrasi, karena itu kerja sama dan kolaborasi adalah suatu keniscayaan,” tegas Menlu Retno, dalam keterangan tertulis Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, yang diterima Medcom.id, Selasa, 11 Desember 2018.
 
“Perlindungan terhadap hak-hak migran sangatlah penting, terlepas dari status mereka. Mekanisme untuk memberikan perlindungan dan bantuan kekonsuleran bagi para migran harus dibangun, termasuk melaui kesepakatan bilateral maupun regional,” tegas Menlu.
 
“Global Compact on Migration (GCM) diharapkan menjadi panduan dalam memajukan dan melindungi hak-hak migran, terutama pekerja migran," imbuh Menlu Retno.
 
Indonesia juga menekankan mengenai pentingnya peran migrasi dalam pembangunan serta mendorong pelibatan berbagai stakeholders untuk mengelola isu migrasi.
 
“Remitansi yang dikirim oleh para migran terbukti mampu meningkatkan taraf hidup keluarga dan mendukung pembangunan baik di negara asal maupun tujuan. Migran adalah agen pembangunan yang berkontribusi besar dalam mendukung pencapaian Agenda Pembangunan berkelanjutan 2030,” tungkas Menlu Retno.
 
Hal lain yang juga ditegaskan oleh Indonesia dalam konferensi ini adalah mengenai pentingnya sinergi langkah-langkah di tingkat nasional, regional, dan global. Hal ini diperlukan untuk memastikan implementasi GCM secara efektif.
 
Di tingkat nasional, Indonesia telah memiliki UU No 18 tahun 2017 mengenai Perlindungan Pekerja Migran yang merupakan kerangka legislasi komprehensif bagi perlindungan pekerja migran. Sementara di tingkat kawasan Indonesia juga telah berhasil mendorong disahkannya Konsensus ASEAN mengenai Perlindungan dan Pemajuan Hak-Hak Pekerja Migran.
 
“Pengesahan GCM hanya permulaan, pelaksanaannya adalah kuncinya” pungkas Menlu Retno.
 
Konferensi Pengesahan Kesepakatan mengenai Migrasi Global ini dihadiri oleh lebih dari 13 kepala negara dan pemerintahan, Sekjen PBB dan 117 pejabat setingkat Menteri dari 130 negara. Perundingan naskah GCM bukanlah perkara mudah dan membutuhkan waktu 18 bulan sejak Februari 2017. Indonesia sejak awal telah terlibat aktif dalam proses perundingan ini.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan