Lima kapal yang dilengkapi harpun telah meninggalkan pelabuhan Kushiro di Jepang utara pada Senin 1 Juli 2019 pagi waktu setempat. Di waktu yang sama, tiga kapal berburu ikan paus meninggalkan pelabuhan Shimonoseki.
Otoritas perikanan Jepang mengestimasi delapan kapal itu akan membunuh 227 ekor paus hingga akhir Desember mendatang. Dari total kuota sebesar 227, 52 adalah untuk jenis paus Minke, 150 Bryde dan 25 sei.
Langkah terbaru Jepang ini hampir dipastikan memicu kecaman dari sejumlah grup lingkungan hidup dan beberapa negara anti-perburuan paus.
"Saya sangat bahagia, dan merasa begitu tersentuh," kata Yoshifumi Kai, Kepala Asosiasi Penangkapan Ikan Paus Tipe Kecil Jepang, disitat dari laman Guardian. Ia berbicara dalam sebuah seremoni yang dihadiri sekelompok politisi, pejabat lokal dan nelayan.
"Ini adalah industri kecil, tapi saya bangga dapat berburu ikan paus. Warga di kampung halaman saya sudah berburu paus selama lebih dari 400 tahun," ungkapnya.
Jepang menjadi target kritik internasional atas penggunaan klausul dalam moratorium IWC tahun 1986. Dengan menggunakan klausul itu, Jepang mengaku hanya berburu paus di Antartika untuk kepentingan "riset," walau sejumlah pihak meragukannya.
Daging dari perburuan paus atas nama "riset" itu diketahui dijual di pasar terbuka, yang semakin memperkuat kecurigaan bahwa Jepang hanya memanfaatkan klausul IWC.
Akhir tahun lalu, Jepang mengumumkan niatnya mundur dari keanggotaan IWC. Kala itu Tokyo merasa frustrasi karena gagal meyakinkan sejumlah negara anggota terkait perburuan paus "secara berkesinambungan."
Para nelayan Jepang telah membunuh 333 paus minke dalam ekspedisi "riset" terakhir mereka di Antartika, yang telah berakhir pada Maret lalu. Beberapa tahun sebelumnya, Jepang telah membunuh hampir 1.000 paus, di tengah perseteruannya dengan grup lingkungan hidup Sea Shepherd.
Baca: Mundur dari IWC, Jepang Akan Lanjutkan Berburu Paus
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News