Mereka juga menampik bahwa anggota mereka yang menguburkan jasad-jasad warga sipil secara massal di Rakhine.
"Tidak ada anggota kami yang terlibat dalam pembantaian warga sipil yang jasadnya ditemukan kemarin. Tetapi kami mengungkapkan simpati terdalam untuk semua korban pembunuhan, kejahatan perang dan genosida yang dilakukan militer Myanmar atau pihak lain dalam konflik ini," sebut pernyataan dari ARSA.
Juru Bicara ARSA balik menuduh bahwa kelompok nasionalis Buddha di Myanmar mencoba memecah-belah kerukunan beragama. ARSA menegaskan bahwa tuduhan pembantaian warga sipil adalah sebuah kebohongan.
Dikutip dari Asian Correspondent, Kamis 28 September 2017, militer Myanmar menduga masih ada lebih dari 100 jasad warga yang dikuburkan massal di Rakhine.
Pada 25 September, ditemukan 28 jasad warga sipil yang diduga umat Hindu di Rakhine. Sehari setelahnya, ditemukan lagi 17 jasad umat Hindu di lokasi yang berdekatan dengan lokasi penemuan sebelumnya.
Sementara itu, juru bicara pemerintah Zaw Htay mengatakan pasukan keamanan sedang menyelidiki kematian 45 orang tersebut. Meski demikian, akses masuk bagi awak media dan relawan ke lokasi penemuan jasad, masih dibatasi.
Pemerintah Myanmar menuturkan bahwa lebih dari 400 orang tewas dalam bentrokan yang terjadi antara ARSA dengan militer di Rakhine. Myanmar menolak menyebut operasi militer di Rakhine sebagai 'pembersihan etnis,' seperti yang dituduh sejumlah pihak. Myanmar menegaskan operasi di Rakhine semata untuk memburu ARSA.
Myanmar menuding ARSA sebagai dalang di balik eksodus 430 ribu warga Rakhine ke Bangladesh.
Bangladesh dan organisasi kemanusiaan internasional berjuang membantu para pengungsi asal Rakhine yang sebagian besar adalah etnis Muslim Rohingya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News