Baca juga: Vanuatu Susupkan Benny Wenda ke PBB, RI Kecam Keras.
Dalam kesempatan yang sama Benny Wenda menyerahkan petisi yang disebut-sebut ada 1,8 juta warga Papua yang menginginkan referendum kemerdekaan dari Indonesia. Petisi itu pun diserahkan kepada Kepala Komisi Tinggi HAM PBB Michelle Bachelet.
Wakil Tetap RI untuk PBB di Jenewa Duta Besar Hasan Kleib pun melakukan sambungan telepon langsung dengan Bachellet. Sebagai pimpinan, Bachellet mengaku terkejut dengan ulah Vanuatu.
“Komisi Tinggi HAM PBB menyampaikan merasa “caught by surprise” dengan adanya anggota delegasi yang bukan merupakan anggota Delegasi resmi UPR Vanuatu (Benny Wenda),” ujar keterangan pihak Kementerian Luar Negeri RI, yang diterima Medcom.id, 31 Januari 2019.
“Pihak PBB pada dasarnya senantiasa mendasarkan pada itikad baik dari negara anggota PBB ketika ingin bertemu dengannya. Langkah Vanuatu tersebut tidak menunjukkan itikad baik,” jelas pernyataan itu.
Michelle Bachelet sendiri cukup kaget ketika berita mengenai pertemuan tersebut diberitakan secara luas oleh Benny Wenda yang bukan merupakan anggota Delegasi Vanuatu untuk kepentingan Universal Periodic Review (UPR).
Usai pertemuan dengan Bachelet, Benny menuduh bahwa warga Papua Barat tidak diberikan kebebasan untuk mengungkapkan pendapatnya. Menurutnya satu-satunya cara agar didengar adalah melalui petisi ini.
Ketika bersama Bachelet, Benny menjelaskan peristiwa yang terjadi di Nduga menurut versi dia. 16 orang tewas terbunuh akibat ulah kelompok kriminal bersenjata pada 1 dan 2 Desember 2018. Tetapi menurut Benny Wenda, korban dibunuh oleh militer Indonesia.
Baca juga: Total 16 Jenazah Korban Penembakan di Nduga Dievakuasi.
Mereka yang tewas adalah warga sipil pekerja PT Istaka Karya yang sedang membangun jembatan di Kali Yigi dan Aurak. Kapendam XVII/Cendrawasih Kolonel Inf Muhammad Aidi menilai tuduhan Benny Wenda tidak berdasar. Menurutnya, Benny Wenda tidak bisa memberikan bukti atas tuduhannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News