Jumat lalu, Presiden AS Donald Trump mengumumkan sanksi terhadap lebih dari 50 perusahaan perkapalan dan bisnis lainnya terkait Korut. Trump menyebut ini merupakan "sanksi terberat" di bidang ekonomi terhadap Korut.
Sanksi ini, yang diklaim Washington diperlukan agar Korut mengakhiri program nuklir dan misilnya, diterapkan kepada sejumlah perusahaan yang berlokasi di Korut, Tiongkok, Singapura, Taiwan, Hong Kong, Marshall Islands, Tanzania, Panama dan Comoros.
AS bersitegang dengan Korut yang berusaha mengembangkan misil antarbenua berhulu ledak nuklir. Serangkaian sanksi terbaru didesain AS untuk menekan perekonomian Pyongyang yang buruk sejak beberapa tahun terakhir.
"Tiongkok menentang keras sanksi unilateral terhadap entitas dan individu Tiongkok," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongko Geng Shuang, seperti dikutip AFP, Sabtu 24 Februari 2018.
"Kami telah meminta AS untuk segera menghentikan langkah keliru ini demi menghindari rusaknya kerja sama antar kedua kubu," tambah dia.
Tiongkok, sekutu utama Korut, telah menentang seruan AS mengenai embargo penuh komoditas minyak untuk Korut. Beijing khawatir embargo penuh akan membuat rezim Kim Jong-un runtuh dan memicu kekacauan di kawasan.
Beijing mengaku telah menerima batasan jumlah terkait transaksi minyak dengan Korut sesuai dengan yang disepakati di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
"Kami tidak pernah mengizinkan warga atau perusahaan Tiongkok untuk terlibat aktivitas yang melanggar resolusi DK PBB," tegas Geng.
Tahun lalu, DK PBB mengadopsi serangkaian resolusi berisi larangan komoditas ekspor Korut, termasuk batu bara, besi dan baja.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News