Dalam akhir upacara yang berlangsung hanya 10 menit yang disusul ritual Shintoisme -- agama asli Jepang -- era Heisei, yang dimulai dengan suksesi Akihito pada Januari 1989, akan berakhir.
Keesokan paginya, putra sulung Akihito, Naruhito, akan memasuki ruangan yang sama dan mewarisi pedang, permata, dan cermin -- tiga "harta suci" yang dikatakan telah diwariskan ke garis kekaisaran oleh dewi matahari mitos Amaterasu, dan yang berfungsi sebagai bukti naik takhta. Sesuai dengan status mitologis mereka, tiga 'harta suci' akan tetap tersembunyi dalam kotak, bahkan ketika itu semua diserahkan kepada kaisar baru.
Tak lama kemudian, mengenakan jubah sutra berlapis-lapis dengan hiasan kepala berwarna hitam, pemegang takhta kekaisaran ke-126 Jepang akan membaca pernyataan singkat untuk masa pemerintahannya. Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe akan menyambut kenaikan takhta Naruhito mewakili masyarakat Jepang.
Setelah dua upacara sederhana itu selesai, era Reiwa -- atau harmoni yang indah -- akan dimulai. Warga Jepang harus menunggu sampai musim gugur untuk melihat kaisar baru diarak melalui jalanan kota Tokyo bersama permaisuri, Masako, dalam mobil terbuka.
"Ada berbagai pandangan tentang manfaat sistem kekaisaran (dalam pemerintahan Jepang), tetapi konsensus tampaknya mengesampingkan oposisi ke satu sisi dan menerima kaisar baru secara terbuka," kata Eiichi Miyashiro, sejarawan kekaisaran dan staf penulis senior untuk koran Asahi Shimbun.
"Terakhir kali kami memiliki kaisar baru adalah karena ayahnya telah mangkat. Tapi tidak ada yang meninggal kali ini, jadi sangat baik bagi orang Jepang untuk merayakannya," sambung dia, disiarkan dari Guardian, belum lama ini.
Tessa Morris-Suzuki, profesor sejarah Jepang di Australian National University, menilai Akihito akan dikenang atas upayanya yang secara hati-hati ingin menyembuhkan bekas luka sejarah yang ditinggalkan era militerisme Jepang di Tiongkok dan di semenanjung Korea atas nama ayahnya, Hirohito.
"Ini merefleksikan fakta bahwa dia tumbuh dalam bayang-bayang era perang," kata Morris-Suzuki. Ia menambahkan bahwa guru masa kecil Akihito, Elizabeth Grey Vining, meninggalkan kesan mendalam putra mahkota dari Hirohito saat itu.
Upaya Rekonsiliasi

Pernikahan Akihito dan Michiko pada 1959. (Foto: AFP/STR/Getty)
Pemerintahan Akihito masih dalam masa pertumbuhan ketika ia menjadi kaisar pertama Jepang di era modern yang mengunjungi Tiongkok. Didampingi Permaisuri Michiko -- seorang non-bangsawan yang ia temui di lapangan tenis -- kunjungannya ditentang oleh kelompok sayap kanan di Jepang. Sementara masyarakat Tiongkok menuntut permintaan maaf Jepang atas kekejaman di era sebelum dan selama perang.
Saat berada di Negeri Tirai Bambu, Akihito mengatakan kepada tuan rumah bahwa Jepang telah "menimbulkan penderitaan besar pada rakyat Tiongkok." Ia menambahkan, "Saya sangat menyesalkan hal ini."
Dua tahun sebelumnya, Akihito menyampaikan pesan serupa di Tokyo kepada presiden Korea Selatan saat itu, Roh Tae-woo, atas penjajahan Jepang di Semenanjung Korea pada 1910-1945.
Pernyataan Akihito tersebut menjadi ciri khas masa pemerintahannya, yakni berusaha menyembuhkan luka negara-negara yang disakiti Jepang. Ia terus mendorong rekonsiliasi lewat kunjungan ke beberapa lokasi: Okinawa, Saipan, pulau Peleliu di Palau dan pada 2016, Filipina.
"Kunjungan Akihito ke bekas medan pertempuran dan komentarnya tentang perang membuat perbedaan. Pernyataannya memang kurang berpengaruh, karena terhambat batasan konstitusi," kata Morris-Suzuki. Batasan di sini merujuk pada fungsi kaisar yang hanya sebuah simbol negara, dan tidak memiliki kekuatan di bidang politik.
"Saya juga berpikir bahwa dia akan diingat atas usaha maksimalnya untuk mempertahankan konstitusi pascaperang," cetusnya.
"Saat peran masa perang Hirohito terus memecah-belah Jepang tiga dekade setelah kematiannya, putranya berusaha membuka lembaran baru dengan menebus perbuatan masa lalu kekaisaran Jepang, sembari meraba-raba untuk berperan baik sebagai kaisar," kata Koichi Nakano, profesor ilmu politik di Universitas Sophia di Tokyo.
"Ketika politik Jepang bergeser ke kanan setelah berakhirnya Perang Dingin, Akihito akhirnya menjadi suara pasifis yang liberal dan pembela nilai-nilai pascaperang. Dalam pengertian itu, dia menyembuhkan sebagian luka historis yang disebabkan oleh perang," serunya.
Simbol Negara
Konstitusi pascaperang melarang Jepang menggunakan kekuatan untuk menyelesaikan perselisihan dan mencabut Hirohito serta semua kaisar Jepang di masa mendatang dari status 'setengah dewa.' Kaisar hanya akan menjadi "simbol negara dan persatuan rakyat."
"Era Heisei menarik karena Jepang mengetahui seperti apa bentuk kaisar simbolis yang sesungguhnya," kata Christopher Gerteis, dosen senior dalam sejarah Jepang kontemporer di School of Oriental and African Studies, Universitas London.
"Proses itu akan berlanjut di bawah kaisar berikutnya, kecuali ada perubahan pada bagian-bagian konstitusi yang berhubungan dengan kaisar. Tapi itu mungkin tidak akan terjadi," lanjutnya.
Dalam sambutan publik pertamanya sebagai kaisar, Akihito bersumpah untuk bekerja bersama rakyat melindungi konstitusi. Dalam beberapa tahun terakhir, pandangannya itu bertentangan dengan para ideolog konservatif, termasuk PM Shinzo Abe. PM Abe memiliki pandangan bahwa Jepang tidak perlu merasa bersalah atas tindakan di era perang.
Pengunduran diri Akihito akan berlangsung di tengah spekulasi bahwa PM Abe siap memulai upayanya untuk mengganti konstitusi Jepang. PM Abe ingin Pasukan Pertahanan Diri (SDF) lebih dikenal dan berperan di kawasan serta panggung global.
Akhir tahun lalu, kaisar Akihito yang berusia 85 tahun itu mengatakan bahwa ia "sangat senang" karena Jepang tidak lagi berperang di masa kekuasaannya.
"Kaisar bukan lagi penguasa, tetapi simbol rakyat," kata Miyashiro. "Kaisar saat ini telah membuat gayanya sendiri. Dia tidak memandang rendah orang-orang biasa, tetapi mencoba melihat sesuatu dari sudut pandang mereka. Anda dapat melihat bahwa dia dan Empress Michiko berbicara dengan para korban bencana alam. Orang-orang tampaknya memiliki kedekatan dengan itu. Itu sebabnya mereka bersimpati ketika dia mengindikasikan pada tahun 2016 bahwa dia ingin turun tahta," ungkapnya.
Di luar halaman istana, warga Jepang bernama Koichi Tanaka, berusia 71 tahun, menanti kedatangan era kekaisaran ketiga. "Saya lahir tepat setelah perang, jadi saya memiliki kenangan kuat tentang kaisar sebelumnya," kata Tanaka.
"Kaisar saat ini berhasil memodernisasi rumah tangga kekaisaran, pertama dengan menikahi seseorang dari luar keluarga kekaisaran, dan kemudian dengan menciptakan peran untuk dirinya sendiri yang sangat berbeda dari ayahnya. Era Heisei tidak ada di sini maupun di sana bagi saya sebagai individu, tetapi kaisar Heisei adalah orang yang luar biasa," komentarnya.
Baca: Kaisar Akihito Minta Jepang Lebih Terbuka kepada Dunia Luar
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id