"Filipina, sebagai ketua, menghormati dan mentolerir manifestasi publik dari perbedaan suara," kata Kemenlu Filipina dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Strait Times, Selasa 26 September 2017.
"Ini menunjukkan tingkat kematangan baru mengenai bagaimana kita menerapkan asas konsensus ASEAN ketika berhadapan dengan isu-isu yang mempengaruhi kepentingan nasional," lanjut pernyataan itu.
Kemenlu Filipina mengatakan bahwa keberatan Malaysia adalah alasan mengapa para menteri memutuskan untuk mengeluarkan pernyataan ketua "yang akan mencerminkan perasaan umum para menteri luar negeri lainnya" dan bukan sebuah komunike gabungan.
Malaysia memutuskan untuk 'menarik diri' atau mundur dari pernyataan bersama tersebut dengan alasan pernyataan Filipina tidak mengacu pada pengungsi Rohingya, salah satu komunitas yang terkena dampak.
Atas nama Malaysia, Menteri Luar Negeri Anifah Aman mengecam serangan pada 25 Agustus kemarin sebagai usaha operasi pembersihan oleh Myanmar.
"Pernyataan ASEAN yang menyatakan kekhawatiran tidak benar-benar nyata. Pernyataan ketua tidak berdasarkan konsensus," ungkapnya.
"Malaysia juga mendesak Myanmar untuk memenuhi komitmennya untuk segera menerapkan rekomendasi dalam laporan komisi Kofi Annan untuk Rakhine," ujar dia lagi.
Pernyataan ASEAN menyebutkan bahwa situasi di Rakhine adalah masalah komunal yang kompleks dengan akar sejarah yang cukup dalam dan sangat mendesak semua pihak untuk menghindari tindakan yang dapat memperburuk situasi di lapangan.
Ditambahkan, para menteri luar negeri ASEAN menyambut baik komitmen Pemerintah Myanmar untuk memastikan keamanan warga sipil dan segera mengambil langkah untuk mengakhiri kekerasan di Rakhine, serta memulihkan kondisi sosial ekonomi dan mengatasi masalah pengungsi melalui proses verifikasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News