Washington sedang mengembangkan rencana menciptakan koalisi militer dengan alasan untuk melindungi pelayaran komersil di Teluk Persia. Wacana ini mengemuka usai terjadinya serangan terhadap dua tanker dekat Selat Hormuz bulan lalu. Salah satu kapal dioperasikan perusahaan asal Jepang.
Mengutip ucapan Iwaya, kantor berita Kyodo mengatakan saat ini sudah tidak ada lagi serangan serupa di Teluk Persia. "Ancaman terhadap Jepang di area tersebut untuk sementara ini tidak ada," tutur Iwaya, dikutip dari Mehr News Agency, Selasa 16 Juli 2019.
Terkendala konstitusi negara, Jepang tidak bisa begitu saja mengirimkan pasukan di luar negaranya. Iwaya menolak berkomentar apakah Washington telah menginformasikan Tokyo mengenai rencana koalisi.
Menanggapi ketegangan antara AS dan Iran, Iwaya menggarisbawahi pentingnya mendorong upaya diplomasi. Iwaya ingin kedua pihak bertikai sama-sama menahan diri dan menurunkan ketegangan.
Ketegangan antara AS dan Iran terjadi usai Presiden Donald Trump menarik diri dari perjanjian nuklir Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Usai menarik diri, AS kembali menjatuhkan rangkaian sanksi kepada Iran.
Teheran merespons dengan mengumumkan akan menambah persediaan dan pengayaan uranium -- bahan baku yang dapat digunakan untuk pembangkit listrik atau membuat bom atom.
Baca: Mengenal Dampak Kehancuran yang Diakibatkan Uranium
Konflik terbuka sempat hampir terjadi usai Iran menembak jatuh sebuah pesawat tanpa awak atau drone milik AS. Namun, Trump membatalkan serangan balasan terhadap Iran, sekitar 10 menit sebelum dieksekusi.
Mengenai uranium, Zarif mengakui bahwa Iran memang berniat meningkatkan pengayaan dari batasan 3,67 persen yang diatuh dalam JCPOA.
"Tapi semua ini bisa saja dibatalkan dalam hitungan jam," sebut Zarif, merujuk pada pengayaan uranium. "Kami tidak berniat mengembangkan senjata nuklir. Kalau memang kami berniat ke arah sana, kami sudah melakukannya sejak dahulu kala," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News