Jika angkanya terkonfirmasi, maka aksi protes tersebut akan menjadi yang terbesar dalam sejarah Hong Kong. Namun menurut kepolisian Hong Kong, dikutip dari laman BBC, angka pedemo hanya berkisar 338 ribu.
Aksi protes tetap digelar meski pemerintah Hong Kong di bawah kepemimpinan Carrie Lam memutuskan menunda proses menuju pengesahan RUU ekstradisi.
"Hari ini ada hampir dua juta orang di jalanan," kata Jimmy Sham dari grup Civil Human Rights Front, kepada awak media pada Minggu malam.
Demonstrasi berlangsung damai, dan polisi bersiaga di berbagai titik untuk mengarahkan para pengunjuk rasa agar bergerak secara perlahan. Hal ini berbeda dengan aksi sebelumnya pada Rabu kemarin, yang sempat memicu bentrok antar demonstran dengan aparat keamanan.
Massa dalam jumlah besar memulai aksi protes pada Minggu dengan berkumpul di Lapangan Victoria. Banyak dari mereka mengenakan pakaian hitam dan membawa bunga berwarna putih.
Sejumlah demonstran terlihat mengenang salah satu pengunjuk rasa yang tewas pada Sabtu kemarin. Korban tewas terjatuh dari sebuah perancah saat sedang memasang spanduk yang berisikan kecaman terhadap RUU ekstradisi.
RUU ekstradisi dinilai demonstran berpotensi membuat pengaruh Tiongkok terhadap Hong Kong semakin menguat. Mereka khawatir nantinya Hong Kong akan menjadi seperti kota-kota lain di Tiongkok yang tidak memiliki kebebasan berekspresi.
Hong Kong adalah bekas koloni Inggris, yang sudah dikembalikan ke Tiongkok pada 1997 di bawah sistem "Satu Negara, Dua Sistem." Sistem tersebut menjamin otonomi Hong Kong.
Pemerintahan Lam menegaskan RUU ekstradisi ini dapat mencegah Hong Kong berubah menjadi tempat perlindungan bagi kriminal, menyusul sebuah kasus pembunuhan yang sempat menghebohkan di Taiwan.
Baca: Pemimpin Hong Kong di Bawah Tekanan
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News