Juru Bicara Arrmanatha Nasir menuturkan, konsep Indo-Pasifik sudah digaungkan sejak 2013, dan Indonesia berfokus pada potensi di Samudra Hindia. Menurutnya, banyak potensi di wilayah tersebut yang belum tergarap.
Sayangnya, negara-negara di pesisir Samudra Hindia masih banyak memiliki konflik. Hal ini mengancam terjadinya ketidakstabilan di wilayah tersebut.
"Karena itu, dengan perubahan geopolitik, jadi semakin penting membentuk arsitektur kawasan Samudra Hindia, namun juga harus sinkronisasi dengan Pasifik," ucapnya saat ditemui di Anomali Cafe, Jakarta, Senin 15 Januari 2018.
"Kami ingin Indo-Pasifik damai, stabil dan sejahtera. Kerja sama kita ada pada tiga prinsip, yaitu dengan kerja sama transparan, terbuka dan inklusif sesuai dengan hukum internasional," paparnya.
Arrmanatha menambahkan ASEAN ingin menggunakan sentralitasnya di kawasan untuk membangun arsitektur Indo-Pasifik. Karenanya, Indonesia ingin menggunakan building block approach dengan memperkuat kerja sama negara pesisir Samudra Hindia.
Baca: Bahas Ekonomi Biru, Indonesia Gelar Konferensi IORA
Ada dua cara yang akan digunakan, yaitu melalui bilateral dan plurateral.
"Pendekatan pertama secara bilateral, kita bisa bekerja sama lebih erat, kemudian ada plurateral. Saya contohkan kerja sama dengan India dan Australia. Lalu, ada pula cara kita bisa merangkul negara-negara Samudra Hindia dengan mekanisme ASEAN," jelasnya.
Menurut dia, ini adalah desain besar untuk menciptakan kawasan Indo-Pasifik yang stabil, aman dan damai.
Arrmanatha menjelaskan alasan Indonesia fokus pada konsep Indo-Pasifik di sekitar Samudra Hindia untuk menjaga kepentingan bersama di kawasan tersebut.

Samudra Hindia penting karena jumlah penduduknya yang mencapai 2,7 miliar jiwa, atau setara dengan 35 persen penduduk dunia. Selain itu, pangsa pasarnya mencapai 12 persen dari pangsa pasar dunia.
Produk Domestik Bruto (PDB) di Samudra Hindia mencapai USD9 triliun atau setara 12 persen PDB global.
"Sepertiga kargo dunia lewat Samudra Hindia, dua per tiga kapal tanker juga lewat Samudra Hindia. Dan sebanyak 100 ribu kapal per tahun lewat Samudra Hindia. Ini yang akan kita jaga dengan fokus pada konsep Indo-Pasifik kita itu," terangnya.
Menurutnya, berkontribusi menciptakan arsitektur Indo-Pasifik untuk menjaga potensi di Samudra Hindia agar jangan sampai hilang karena ketidakstabilan.
Meski demikian, Arrmantha tak menyangkal akan ada tantangan yang dihadapi dalam melakukan konsep ini. Salah satu tantangan yang dinilai besar adalah power projection. Karena itu, elemen kerja sama ini dinilai penting agar bisa mengurangi tantangan tersebut.
Baca: Akhiri Keketuaan IORA, Berbagai Capaian Diraih Indonesia
Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Cecep Herawan mengatakan sebenarnya yang ada di balik semua itu adalah peluang. Menurutnya, untuk dapat bekerja sama, harus membangun peluang dari kerja sama itu.
"Kita akan lebih mudah bekerja sama jika tiga bidang ini berjalan bersama, yaitu kerja sama teknik, ekonomi dan politik. Kalau kita cari peluang ekonomi, kita harus diawali dengan kerja sama teknik. Harus kita berdayakan dulu supaya menjadi satu kemajuan di ekonomi bidang tertentu, baru dari situ bisa menjadi peluang kerja sama ekonomi sendiri. Dengan demikian, secara otomats ada kerja sama politik juga yang tercipta," pungkasnya.
Mendorong kerja sama ini, Menlu Retno juga berkomunikasi dengan Menlu Amerika Serikat (AS) Rex Tillerson tadi pagi lewat sambungan telepon. Menlu Retno membahas mengenai arsitektur kawasan Indo-Pasifik yang adil, terbuka dan transparan bagi terciptanya kawasan damai, stabil dan sejahtera.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News